Tahun 2015 adalah tahun kedua Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menyelenggarakan program sit-in dan exposure ke Filipina. Sembilan mahasiswa dikirim sebagai delegasi untuk studi di De La Salle University Dasmarinas (DLSU-D) selama 2 minggu, terhitung tanggal 14 hingga 24 September 2015. Universitas yang terletak di provinsi Cavite tersebut merupakan universitas terbaik ke-2 di Filipina yang mengimplementasikan konsep green campus. Pepohonan hijau nan menjulang tinggi menjadi suguhan sehari-hari yang memanjakan pandangan mata. Selain itu, area yang bersih dan bebas sampah menjadi hal yang membuat kampus Dasmarinas nyaman dan kondusif sebagai tempat belajar.
De La Salle University tersebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia. Sementara itu, di Filipina terdapat 18 kampus De La Salle University yang tersebar di berbagai penjuru negeri. Dengan komitmen yang erat terhadap konsep eco-green campus-nya, De La Salle Dasmarinas ini merupakan kampus terhijau dan terbersih dalam skala nasional. Kampus ini menerapkan beberapa peraturan ketat yang telah membudaya, antara lain meminimalisasi penggunaan plastik, membungkus makanan menggunakan kotak makan yang dapat dipakai kembali, menyediakan tempat sampah dalam tiga jenis, menyediakan tempat daur ulang botol minuman, hingga menerapkan kebiasaan untuk berjalan kaki.
Pemanfaatan plastik yang biasa digunakan masyarakat pada umumnya digantikan kertas dan tas yang dapat didaur ulang. Bahkan DLSU-D mewajibkan penggunaan kotak makanan sebagai ganti dari penggunaan plastik. Hal ini berlaku bagi warga DSLU-D yang ingin mengemas makanan di kantin kampus. Selain itu, terdapat banyak tempat sampah berukuran besar yang banyak tersebar di area kampus. Tempat sampah tersebut dibagi dalam tiga jenis. Demi memudahkan penggunaannya, terdapat penjelasan jenis sampah pada tiap tempatnya. Untuk melengkapi gaya hidup sehat, DLSU-D memfasilitasi area pejalan kaki yang nyaman dan aman. Selain itu, sejumlah fasilitas kesehatan dan olahraga seperti klinik, kolam renang, lintasan lari, dan stadion olahraga dapat diakses secara bebas bagi seluruh warga De La Salle University.
Kampus DLSUD juga memiliki komitmen yang sama dengan UNY untuk mencetak guru-guru berkualitas. Inilah yang menjadikan DLSUD destinasi program studi sit-in untuk kedua kalinya. Program tersebut memberikan kesempatan bagi mahasiswa UNY untuk terlibat langsung dalam kegiatan belajar-mengajar dalam kelas. Adapun mahasiswa UNY yang mengikuti program tersebut antara lain Rita Suryani (Pendidikan Matematika/FMIPA), Diana Prasastiawati (Pendidikan Geografi/FIS), Sayidah Alawiyah (Pendidikan Luar Biasa/FIP), Fajar Setyo Pranyoto (PJKR/FIK), Yuanda Putra (Manajemen/FE), Danang Waskito (Manajemen/FE), Nila Wulandari (Pendidikan Tata Rias/FT), Bondan Prakoso (Pendidikan Teknik Elektro), dan Zidnie Ilma (Sastra Inggris/FBS).
Program sit in dan exposure ini memberikan banyak pengalaman berharga bagi mahasiswa UNY. Yuanda, ketua kontingen mengatakan bahwa mereka tidak hanya diterima sebagai mahasiswa di kelas, namun juga sebagai kawan dan saudara. “Kami cepat akrab, dan banyak belajar mengenai etika pergaulan internasional dari teman-teman Lasallian.” kata Yuanda. Senada dengan Yuanda, Fajar (Ketua BEM FIK) mengatakan, “Saya merasakan sekali bagaimana dosen dan mahasiswa dapat bekerja sama dengan baik dan saling memahami satu sama lain sehingga suasana di kelas menjadi sangat menyenangkan dan kondusif. Saya mendapatkan banyak saudara baru di sini”.
Prof. Marco Polo, koordinator kegiatan, berharap bahwa program ini dapat berdampak positif tidak hanya bagi jalinan kerjasama baik antara DLSU-D dan UNY namun juga bagi mahasiswa kedua universitas. Program ini diharapkan dapat menjadi ajang pertukaran informasi akademik, isu-isu lingkungan, dan sosial budaya kedua pihak. Di akhir kegiatan, Prof Marco menegaskan bahwa komunikasi yang telah terjalin dengan baik harus terus terjaga dan dipelihara. “Rumah adalah tempat di mana hati berada. Dengan demikian, jika kalian kembali ke sini (Filipina) suatu hari nanti, percayalah De La Salle Dasmarinas akan selalu menjadi rumah kalian, dan Lasallian (mahasiswa De La Salle--red) akan selalu menjadi saudara kalian,” tutur Prof Marco mengakhiri sambutan perpisahannya.
Idul Adha di Tanah Manila
Jarum jam menunjukkan pukul empat pagi. Langit masih segelap malam tak berbintang. Mentari masih belum ingin menampakkan batang hidungnya. Sebagian besar manusia masih terlelap dalam tidurnya. Namun hal tersebut tak berlaku bagi mereka yang jauh dari rumah atau bahkan jauh dari Tanah Air. Pagi itu tak seperti pagi-pagi biasanya. Pagi yang biasa dibuka dengan rasa enggan dan kantuk luar biasa namun kala itu memiliki aura berbeda. Sayup-sayup fajar yang belum menyingsing dipecah dengan derap kaki penuh semangat menuruni setiap anak tangga.
24 September merupakan hari yang spesial, khususnya bagi segenap pemeluk agama Islam. Derap kaki yang mantap diiringi dengan jantung yang berdegup kencang. Ini merupakan kali pertama menjalani hari raya jauh dari pangkuan Ibu Pertiwi. Sembilan mahasiswa UNY yang mengemban tugas studi dalam program sit-in (14-26/9) di De La Salle University Dasmarinas, Filipina, tak mampu menutupi rasa penasaran yang membuncah. Hari raya kala itu tak seperti hari raya sebelumnya. Tak ada kumandang takbir membelah angkasa.
Langit jam empat pagi hanya berhiaskan temaram lampu jalanan. Perjalanan dari kota Dasmarinas menuju Makati demi menjalankan ibadah hari raya ditemani warga lokal yang masih berjibaku mengais rejeki. Alih-alih kumandang takbir, suara klakson yang saling bersahutanlah yang memecah keheningan angkasa. Makati adalah area metropolis di kawasan Metro Manila yang menjadi pusatnya bisnis di Negeri Lumbung Padi. Di sana banyak terdapat kantor kedutaan dari berbagai negara di dunia, termasuk Republik Indonesia.
Hutan beton menghiasi Makati dan segenap kawasan Metro Manila. Gedung Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) pun hampir luput dari pandangan karena letaknya yang berhimpitan dengan gedung perkantoran di sekitarnya. Namun, tentu saja ada hal istimewa yang membuat gedung KBRI berbeda, yakni lambang Garuda Pancasila yang tampil dengan kokohnya di badan gedung. Perlahan langit berubah menjadi kebiruan pertanda sinar surya perlahan muncul dari ufuk timur. Satu jam perjalanan yang tidak terasa lama karena jalanan masih terhitung lengang.
Seiring dengan semakin ramainya KBRI dengan kedatangan umat Muslim dari berbagai negara, hati kian berdegup kencang. Ternyata tidak hanya warga negara Indonesia saja yang turut merayakan Idul Adha di KBRI Manila. Banyak pula dari mereka yang merupakan warga negara lain, seperti India, Arab, Pakistan, bahkan warga Filipina sendiri. Filipina adalah negara yang mayoritas warganya memeluk agama Katolik. Sedangkan muslim Filipina mayoritas berdiam di pulau Mindanao yang terletak di Filipina bagian selatan.
Kesempatan yang begitu terasa hangat tatkala bertemu dengan berbagai warga negara lain dalam sebuah hari besar. Tak hanya itu, kesempatan berbincang dengan Duta Besar Indonesia untuk Filipina, Johny Lumintang, di saf shalat selepas shalat Idul Adha menambah hangatnya suasana. Sosoknya yang bersahaja dan murah senyum membuat kesempatan bertemu terasa sangat kekeluargaan. Adapun beliau berpesan kepada kami untuk tetap belajar dan berkarya selagi muda.
Danang Waskito, salah satu mahasiswa peserta sit-in, memiliki kesan tersendiri dengan pengalaman menjalani Idul Adha bukan di Indonesia. “Terenyuh rasanya lebaran di negeri orang. Negeri dimana suara azan sangat jarang bahkan tidak ada sama sekali.” Hal yang sama turut pula dirasakan rekannya, Nila Wulandari, “Rasanya lebaran di luar negeri lebih menyedihkan. Tidak ada adzan dan takbir. Tapi kemudian nikmatnya terasa saat bertemu warga Indonesia di KBRI sehingga sedihnya terlupakan.”
Lega dirasa dalam hati tatkala kumandang takbir dapat didengar di sebuah tempat yang jarang dapat menemuinya. Meski tak dapat berkumpul bersama keluarga di Tanah Air, namun keluarga sesama muslim yang berdiam di sekitar Manila dapat menghiasi Idul Adha kala itu. Perbincangan dengan sesama warga Indonesia yang menjalani hari raya Idul Adha di KBRI Manila membuat mereka seperti saudara yang lama tidak bersua.
Usai merayakan secara sederhana bersama umat muslim lainnya, rombongan pun harus kembali ke Dasmarinas. Perjalanan pulang dari KBRI ditemani suara musik dalam perut dan kendaraan yang mulai merayap di jalanan Makati. (Zidnie/Diana)