Sejak kecil wanita asal Kedungjati, Jawa Tengah, ini dibiasakan belajar bahasa asing dengan metode permainan bahasa oleh ayahnya. Kebiasaan inilah yang kemudian mengantarkannya memilih Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris di Institut Keguruan Ilmu Pendidikan Yogyakarta (IKIP, sekarang UNY) pada 1986. Yacinta Kusdaryumi Kurniasih, akrab disapa Yacinta, adalah wanita bersosok mungil. Namun, ia punya semangat dan rasa cinta yang besar terhadap Indonesia. Lewat kecintaannya pada bahasa, ia mampu mengajarkan keindonesiaan pada khalayak internasional.
Ungkapan belajar bahasa asing tak harus jadi orang asing nampaknya patut disandang wanita berputra satu ini. Dengan semangat ingin mengabdi pada tanah air dan semangat memberi kembali, ia menjadi pendiri website International Journal of Indonesian Studies (IJIS), jurnal internasional pertama untuk peneliti Indonesia. Dengan IJIS, ia serasa bisa kembali ke Indonesia. “Ini merupakan mimpi besar saya yang terwujud. Dengan jurnal ini orang akan semakin mudah mempelajari Indonesia. Tentunya, peneiliti di Indonesia juga memiliki wadah untuk membagi karyanya. Lagi pula akses di website ini tidak dipungut biaya.”
UNY juga patut berbangga, karena Dr. Widyastuti Purbani (Wakil Dekan I FBS UNY) merupakan salah satu reviewer untuk jurnal tersebut.
Yacinta yang kini menjadi pegawai tetap di Universitas Monash Australia dipercaya menjabat sebagai kepala bidang urusan Indonesia. Sebelumnya, ia pernah menjadi kepala Jurusan Indonesian Studies di universitas tersebut. Tak hanya itu, Yacinta juga tercatat sebagai penulis buku pedoman belajar bahasa Indonesia berjudul Basic Indonesian: An Introductory Coursebook yang diterbitkan secara internasional.
Selain mengajar dan menyelasaikan gelar Ph.D-nya di bidang lingusitik, ia juga aktif menulis puisi dan cerita dalam tiga bahasa: Jawa, Indonesia, dan Inggris. Yacinta juga memiliki peran penting sebagai Koordinator Program In-Country dan LOTE (Indonesia) Equivalent Examiner, konsultan bahasa/budaya untuk penerbit buku Indonesia, pembicara rutin, dan presenter di VILTA (Victorian Indonesian Teachers Association).
Untuk bisa menjadi seperti sekarang, banyak kisah yang harus ia dilalui. Lewat ketekunan, prestasi, dan kebiasannya mempraktekkan bahasa Inggris dengan mengajar bahkan saking aktifnya, dulu ia sempat mendirikan English Club di jurusannya, ia bisa diundang pada 1994 untuk bekerja sebagai Guru Tamu Indonesia di Sekolah bagian utara Tasmania dan di Universitas Tasmania. Berawal dari situlah karirnya semakin menanjak.
Bagi Yacinta, tinggal di negeri orang membuat kecintaannya terhadap Indonesia semakin subur. Tak ada keinginan untuk pindah kewarganegaraan. ”Saya tetap warga negara Indonesia dan saya ingin kembali ke Indonesia serta berkontribusi di sini,” tutupnya. (Fitriananda)