Kurikulum Sejarah yang berpihak kepada penguasa tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di negara Australia. Materi Sejarah hampir di semua negara memiliki isu-isu sensitif yang sulit dibicarakan secara terbuka. Isu tersebut seringkali dikaitkan dengan identitas nasional, sejarah pembentukan negara, dan legitimasi negara atau rezim tertentu. Terkait dengan isu sensitif tersebut, pemerintah di suatu negara biasanya sudah menentukan interpretasi sendiri, yang terwujud dalam buku Sejarah resmi, kurikulum, dan buku pelajaran. Demikian disampaikan oleh ahli sejarah Papua, Dr. Richard Chauvel, dalam Seminar Nasional dan Workshop yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY) kerjasama Victoria University Australia, Senin (4—5/2/2013).
Seminar yang berlangsung di ruang Ki Hajar Dewantara FIS UNY tersebut dihadiri para guru sejarah DIY dan mahasiswa di lingkungan FIS UNY. Selain itu, seminar menghadirkan tiga pembicara yakni: Dr. Richard Chauvel (dosen Victoria University, ahli sejarah Papua), Dr. Maxlane (dosen Victoria University, ahli sejarah modern Indonesia), dan M. Nur Rokhman M.Pd. (dosen Matakuliah Kakubutek Pendidikan Sejarah FIS).
Menurut Dr. Maxlane, sejarah adalah rangkaian dari sebab-akibat. Pada hakikatnya, pembelajaran sejarah mengajarkan tentang analisis, bukan menceritakan kembali apa yang telah dituliskan oleh orang lain. “Salah satu cara agar pembelajaran bersifat analitis dan tidak menghafal adalah dengan memberikan tugas-tugas yang bisa memperkuat kemampuan analisis siswa,” ungkap dosen Victoria University Australia tersebut.
Sementara itu, M. Nur Rokman M. Pd. menjelaskan tentang kesesuaian buku pelajaran di sekolah terutama tentang materi-materi sejarah yang masih kontroversial. “Prodi Pendidikan Sejarah sendiri telah berbenah diri dengan membekali mahasiswa kemampuan membedah materi-materi kontroversial dalam mata kuliah Sejarah Indonesia Kontemporer,” jelasnya.
Acara dilanjutkan dengan Workshop yang mendiskusikan lebih mendalam tentang tindak lanjut acara seminar. Pada akhir Workshop, para guru dan Prodi Pendidikan Sejarah, didampingi oleh Dr. Richard Chauvel dan Dr. Maxlane, bersama-sama menyusun buku pelajaran sejarah. Buku tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif bagi guru dalam pembelajaran dan dapat mendorong siswa berfikir analitis. Rancangan buku ini telah disepakati bersama, dengan harapan sudah bisa digunakan oleh guru-guru dan siswa-siswa dalam pembelajaran sejarah. (Rhoma/Eko)