Ketika mulai bermunculan alat bantu navigasi bagi penyandang tunanetra, tongkat masih menjadi pilihan utama namun beberapa kekurangan masih nampak jelas karena dengan menggunakan tongkat, penyandang tunanetra hanya dapat meraba benda atau halangan pada jangkauan yang terbatas. Melihat hal ini, Tunas Bintar Pamungkas, mahasiswa Program Studi Teknik Elektronika, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta mencoba memadukan suatu sistem untuk menyempurnakan peran sebuah tongkat tunanetra, yang diberi nama tongkat ultrasonik.
Secara umum, penciptaan alat bantu di bawah bimbingan dosen FT UNY, Dr. Ratna Wardhani, ini bekerja dengan memanfaatkan gelombang ultrasonik yang dipancarkan oleh sensor guna mengukur jarak sebuah objek. Saat sensor SRF04 mengukur jarak suatu objek, secara otomatis mikrokontroler akan mengaktifkan buzzer sehingga dapat memperingatkan pengguna tongkat kalau di depan terdapat halangan ataupun lubang jalan.
Dari pengujian yang dilakukan, tongkat ultrasonik yang menghabiskan dana, Rp 1,5 juta ini mampu memberikan peringatan kepada pengguna ketika menemukan objek yang berada pada jarak 1 sampai dengan 120 cm dan mampu mendeteksi benda yang ada pada ketinggian 20 hingga 90 cm serta mampu mendeteksi lubang.
Bintar, sapaan akrabnya, merasa masih ada beberapa hal yang perlu dikembangkan pada tongkat ini, seperti mengganti dengan ukuran roda yang lebih besar agar dapat digunakan pada permuakaan tanah yang tidak rata. “Selain itu, output buzzer juga akan lebih baik jika diganti dengan rangkaian playback menggunakan IC voice recorder sehingga peringatannya berupa suara,” ungkapnya. (hryo)