“Sssst … diam!” begitu kata Isa Anggit Prasetyo. Dengan berkemeja panjang coklat muda yang sengaja tak dikancingkan, ia mondar-mandir di dekat tiang lampu di pinggir jalan. Entah piranti apa yang ia bawa, tampak dari kejauhan beberapa kotak berwarna.
Tidak lama kemudian, Isa menghentak-hentak tanah. “Heeh, kenapa kamu diam saja?” bentaknya pada kotak itu. “Ssssst ... diam!” katanya lagi. Isa terus saja bicara sendiri. Di panggung yang temaram itu tak ada siapa-siapa, hanya Isa seorang.
Ternyata Isa sedang bermonolog. Ia membawakan sebuah naskah berjudul “Ssssst .... Diam!” karya Giri Ratomo. Malam itu (Jumat, 13/9/2013) di Laboratorium Karawitan Unit Kegiatan Mahasiswa tingkat Fakultas (UKMF) Sanggar Kesenian Kolaborasi (Sangkala) sedang diadakan sebuah pentas monolog.
Malam itu, saya duduk di barisan depan supaya mudah menikmati pementasan malam itu. Penonton di samping saya kasak-kusuk karena tak paham terhadap apa yang dipentaskan Isa. “Agak bingung” kata Silvi Ushliha. Begitu pun saya yang masih samar-samar menangkap maknanya.
Tak mau ambil pusing, selesai pentas saya pun bergegas menemui Isa. Menurutnya, di naskah ini ia berperan sebagai seorang pesulap. “Saya ini pesulap tapi calo” terangnya. “Pesulap di sini bisa mengubah apa pun, bahkan bisa melenyapkan kasus-kasus besar seperti korupsi.”
Isa mengingatkan serentetan kalimat yang ia ucapkan di panggung tadi, “Saya biasa mengubah biodata kartu identitas, dari KTP sampai paspor. Di tangan saya seorang koruptor bisa bebas dari hukum dan tetap menjadi pemimpin. Lewat mantera saya ‘sim salabim’ pecundang pun bisa menjadi wakil rakyat. Bila ada yang ingin menjadi pegawai, silahkan hubungi saya. Apapun ijazah Anda, berpengalamankah atau tidak.”
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris angkatan 2009 itu berujar kalau dari pertunjukan tadi ia ingin menyampaikan bahwa selagi mampu menunjukkan kebenaran, maka tunjukkanlah walaupun kebenaran itu terselubungi berbagai hal.
Isa bukan satu-satunya aktor monolog. Sebelumnnya, Gilang Alamsyah dengan apik menampilkan naskah “Aktor Tak Bernama” karya M. Shodiq. Pentas monolog malam itu merupakan salah satu rangkaian acara dari Pentas Teater Kampus Joglosemar yang bertajuk “Nguripi, Ngguyubi, Bebarengan.”
Kata Joglosemar yang merupakan singkatan Jogja, Solo, Semarang mengisyaratkan bahwa pertunjukan tersebut tak hanya dipentaskan oleh FBS UNY, tetapi juga beberapa kampus di Semarang dan Solo. Tujuan utama acara yang dihelat sejak 12—16/9/2013 tersebut adalah menghidupkan suasana seni di Kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), terutama di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS).
Pentas Teater ini merupakan agenda besar UKMF Sangkala. Selain pentas monolog, Laboratorium Karawitan bakal dimeriahkan dengan pentas drama “Cangkir Sang Pemahat” yang dibawakan Teater Beta dari IAIN Walisongo Semarang (14/9/2013). Selanjutnya, pada 15—17/9/2013 ada Pementasan Drama “Paksa” oleh teater Delik dari UNS, Solo.
“Disusul Pentas Monolog ‘Solidaritas’ oleh M. Shodiq dan ditutup dengan diskusi teater yang digelar di Pendopo Tedjo Kusumo,” tutup Fitria Nurul, mahasiswa Pendidikan Bahasa Prancis angkatan 2009 selaku ketua panitia. (Fitriananda)