Dengan adanya pelaksanaan yudisium, status mahasiswa resmi berganti menjadi alumni dan berhak menyandang gelar sarjana. Begitulah inti dari acara yudisium yang dilaksanakan sebelum wisuda. Kendati dinyatakan lulus, para sarjana hanya akan mendapatkan ijazah aslinya tatkala wisuda saja. Pasalnya, pada acara yudisium calon wisudawan hanya akan mendapatkan surat keterangan lulus.
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta (FBS) kembali meyudisium mahasiswanya pada Jum’at (30/8/2013). Kali ini ada 46 mahasiswa yang mengikuti yudisium periode Agustus. Yudisium dilaksanakan rutin setiap bulannya.
Jumlah mahasiswa pada periode ini lebih sedikit dibanding periode Juli. “Jumlah kemarin 180 lebih” tutur Indun P, S.E. selaku Kepala Subbagian Pendidikan FBS. Selain itu, dilaporkan bahwa sebanyak 6 mahasiswa menyandang predikat cumlaude.
Predikat tersebut diberikan bagi mereka yang masa studinya tidak lebih dari 5 tahun dan berhasil meraih Indeks Prestasi Komulatif (IPK) lebih dari 3,50. “Target selanjutnya, diharapkan ada 20% mahasiswa yang mampu berpredikat cumlaude,” terang Dr. Widyastuti Purbani (Wakil Dekan I).
“IPK tertinggi diraih Atika Fitriana (Pendidikan Seni Musik angkatan 2009) dengan nilai 3,67” jelas Dr. Widyastuti Purbani. “Selain itu, IPK tertinggi disusul oleh Andriana Vita N (Pendidikan Bahasa Inggris) dengan perolehan 3,64, Arda Sedyoko (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia) meraih 3,62. Lalu disusul Eka Supriyanto (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia), Desy Dwi Susanti (Pendidikan Seni Kerajinan), dan Prasetyo Adi W (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia).”
Ada yang menarik pada periode yudisium kali ini. Prof. Dr. Zamzani selaku Dekan FBS memberikan apresiasi besar pada salah satu sarjana berpredikat cumlaude. “Ini adalah teladan untuk semua” puji Zamzani. Ia juga berharap bahwa semua lulusan dari FBS mampu berkontribusi untuk masyarakat
Ialah Arda Sedyoko, mantan ketua BEM FBS 2012. Bagi pakar linguistik UNY itu, Arda mampu menjadi contoh bahwa aktivis kampus juga mampu berprestasi di bidang akademik.
Ditemui seusai acara, Arda bersyukur dan membagi kiatnya merampungkan studi di tengah aktivitasnya yang padat. “Yang terpenting bisa bagi waktu, karena semua ada porsinya.” Ia beranalogi bahwa semakin banyak kegiatan, waktu seseorang juga semakin panjang.
“Tidak ada yang tidak mungkin, kita berusaha mensugesti diri sendiri jika kita bisa melakukannya,” tambah Arda yang mengaku mengerjakan skripsi tiap pagi buta itu. (Fitriananda)