Untuk mencapai tujuan pendidikan yang akan dicapai, pembelajaran yang dilakukan dilakukan dengan cara yang menyenangkan agar para peserta didik dapat memahami apa yang disampaikan oleh guru atau pendidik. Proses pembelajaran yang dilakukan bersifat interaktif kepada peserta didik agar mereka dapat terlibat langsung dalam proses pembelajaran tersebut. Namun, sampai saat ini masih banyak ditemukan guru yang melakukan proses pembelajaran dengan cara konvensional yaitu dengan cara ceramah yang berdampak munculnya rasa jenuh dari siswa. Sehingga siswa tidak berminat untuk mengikuti proses pembelajaran. Selain itu, dengan cara tersebut siswa tidak terlalu paham terhadap materi yang disampaikan. Hal yang demikian diperburuk dengan penerapan metode konvensional di semua mata pelajaran tanpa terkecuali pada pembelajaran Aksara Jawa. Oleh karena itu mahasiswa prodi PGSD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yaitu Arih Afra Inayah, Zidni Khasna Trimaulani, Fatma Khoirunisa, Ika Susianti dan Imam Dwi Upayanto membuat Permainan Dakon Aksara Jawa (Perdasawa) sebagai pembelajaran aksara Jawa pada siswa SD, yaitu sejenis media permainan tradisional (congklak) sebagai upaya melestarikan kebudayaan Jawa yang semakin hari semakin luntur. Media ini dimainkan oleh dua orang dan satu pembimbing. Yang membuat permainan ini berbeda dengan permainan dakon lainnya adalah desain kecik yang terbuat dari fiber yang diberi tulisan Aksara Jawa dan adanya penyisipan pertanyaan untuk menyusun huruf pada kecik melalui kartu soal yang disediakan bagi pemain bila selesai memainkan gilirannya. Dengan demikian, pembelajaran Aksara jawa diharapkan dapat dengan mudah diterima oleh siswa tanpa adanya pemaksaan untuk belajar atau yang biasa disebut dengan belajar sambil bermain.
Menurut Arih Afra Inayah aksara Jawa merupakan salah satu kompetensi dasar yang kurang dimengerti dikarenakan siswa kebanyakan menganggap aksara Jawa ini sulit untuk dipelajari dari lafal maupun bentuknya. “Siswa kebanyakan malas dan kurang semangat untuk menghafalkan aksara Jawa dan juga merangkainya menjadi sebuah kata maupun kalimat” kata Arih “Padahal aksara Jawa termasuk dalam kurikulum muatan lokal pembelajaran Bahasa Jawa yang dirumuskan dalam kompetensi dasar seperti dongeng, tembang, wayang, permainan tradisional, geguritan, dan aksara Jawa”. Zidni Khasna Trimaulani menambahkan bahwa dipilihnya permainan dakon untuk pembelajaran aksara Jawa ini karena permainan dakon memiliki banyak manfaat antara lain melatih dalam strategi, dakon juga melatih kesabaran dan ketelitian, Sarana pelatihan terhadap pengelolaan atau manajemen keuangan, melatih jiwa sportif, jujur, adil, tepa selira dan akrab dengan orang lain.
Fatma Khoirunisa menjelaskan bahwa papan dakon yang digunakan untuk bermain dakon aksara Jawa terdiri dari 2 buah lumbung besar dan 14 buah lumbung kecil. Masing-masing lumbung besar merupakan lumbung milik pemain. Lumbung besar dalam permainan dakon ini memiliki arti tempat tabungan yaitu banyaknya kebaikan ataupun amalan bahkan pahala yang diperoleh oleh setiap orang. Sedangkan banyaknya lumbung kecil yang berjumlah 14, masing-masing pemain memiliki 7 lumbung kecil dihadapannya menandakan bahwa setiap manusia memiliki waktu sebanyak tujuh hari untuk beramal dan memperoleh sebanyak mungkin pahala. Selain terdapat 2 lumbung besar dan 14 lumbung kecil, pada papan dakon dilengkapi dengan sebuah lubang persegi panjang yang digunakan sebagai tempat menyimpan aturan permainan, kartu kata, dan pena/alat tulis. “Bagian utama pada permainan dakon aksara Jawa terletak pada keciknya” kata Fatma “Kecik perdasawa terbuat dari fiber berjumlah 56 buah, terdiri dari 25 buah kecik bertuliskan aksara jawa carikan, 20 pasangan, dan 11 buah kecik bertuliskan sandhangan”. Pada permainan perdasawa, kecik ini dimasukkan ke dalam lumbung kecil masing-masing sebanyak 4 buah yang melambangkan 4 waktu yang dapat dilalui manusia dalam hari-harinya, yaitu pagi, siang, sore, dan malam. Pemilihan aksara carikan, pasangan, dan sandhangan ini disesuaikan dengan kompetensi menulis aksara Jawa yang terdapat pada muatan lokal SD. Perdasawa ini diujicoba kepada siswa di SDN 2 Suryodiningratan Yogyakarta dengan alasan SD tersebut merupakan salah satu sekolah yang menjunjung kebudayaan Jawa dibuktikan dengan berbagai prestasinya di berbagai event budaya. “Hasil ujicoba tersebut menunjukkan bahwa tampilan Perdasawa baik dan menarik sehingga dengan media ini siswa lebih mudah memahami Aksara Jawa” tutup Fatma. (dedy)