Sutrisna Wibawa, dosen Pendidikan Bahasa Jawa Fakultas Bahasa dan Seni Univesitas Negeri Yogyakarta (FBS UNY) sukses mempertahankan disertasinya berjudul Filsafat Moral dalam Serat Centhini melalui Tokoh Seh Amongraga, Sumbangannya bagi Pendidikan Karakter di depan sembilan penguji, dengan nilai SANGAT MEMUASKAN, Senin (8/7/2013), di Ruang Bulaksumur University Club. Para Penguji tersebut yaitu: Prof. Dr. Joko Siswanto; Prof Dr. Achmad Dardiri, M.Hum.; Prof, Dr. Lasiyo, M.A., M.M.; Dr. Sri Soeprapto, M.S.; Dr. Iva Ariani; Prof. Dr. Suminto A. Sayuti; Dr. Ali Mudhofir; Dr. Arqom Kuswanjono; dan Dr. M. Mukhtasar Syamsudin.
Sutrisna Wibawa tercatat sebagai doktor yang ke-1988 Universitas Gadjah Mada (UGM) atau yang ke-93 di Fakultas Filsafat UGM. Di depan para penguji dan ratusan undangan, mahasiswa angkatan 2008 filsafat UGM ini mempresentasikan tiga hasil penelitiannya meliputi: pertama, filsafat Jawa menekankan pentingnya kesempurnaan hidup (ngudi kasampurnan) serta asal dan arahnya yang ada (sangkan paraning dumadi). Kedua, nilai moral Seh Amongraga dalam Serat Centhini, yang terdiri atas hak dan kewajiban, keadilan, tanggung jawab, hati nurani, kejujuran, keberanian moral, kerendahan hati, dan kesetiaan merupakan pedoman perilaku manusia yang baik. Ketiga, filsafat moral Seh Amongraga dalam Serat Centhini memberi sumbangan nyata dalam memperkaya nilai-nilai pembentuk karakter pendidikan karakter model UNY dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Para penguji juga tertarik menanyakan nilai apa yang dapat dipetik dari kisah Seh Amongraga yang baru melaksanakan kewajiban sebagai suami setelah malam ke-39, bukan malam pertama? Sutrisna Wibawa menjelaskan bahwa Seh Amongraga tetap menjalankan kewajibannya. Pada malam 1—38, Amongraga tetap memberi kepuasaan lahiriah dalam bentuk memberikan wejangan tetang kesempurnaan hidup dan pada malam ke-39 Amongraga menunaikan kewajibannya secara batiniah. Dari kisah ini, menurut Sutrisna Wibawa, Amongraga ingin memberi pesan simbolik bahwa manusia wajib mengubur nafsu duniawi dan tetap mengingat Yang Maha Kuasa. “Inilah bentuk tanggung jawab Amongraga sebagai wali sekaligus suami,” jawabnya.
Tokoh Seh Amongraga merupakan tokoh utama dalam Serat Centhini, yang digambarkan sebagai manusia unggul, aulia, atau wali. Serat Centhini sendiri ditulis sekitar tahun 1814 M dan merupakan baboning sanggyaning pangawikan Jawi (induk semua pengetahuan Jawa). Sebagai seorang wali, ajaran-ajaran Seh Amongraga mengandung nilai moral yang tinggi.
Bagaimana pun, tegas Sutrisna Wibawa, ajaran-ajaran kesempurnaan hidup dalam serat Centhini, yang tercermin dalam dasar-dasar ontologis, epistimologis, dan aksiologis sangat dibutuhkan masyarakat luas Indonesia, yang saat ini sebagian masyarakat mengalami krisis moral.
Sutrisna Wibawa sempat mengalamai kemacetan dalam penulisan disertasi karena kesibukannya dalam mengemban tugas sebagai salah satu unsur pimpinan di UNY sekaligus masih melaksanakan tugas sebagai dosen. Pada tahun 2008 sampai dengan 2012, Sutrisna Wibawa masih menjabat sebagai Wakil Rektor II UNY untuk periode kedua dan saat ini sedang menjabat Ketua Badan Pengelolaan dan Pengembangan Usaha (BPPU) UNY. Alhamdulillah, atas dukungan dan dorongan promotor, pimpinan UNY, keluarga, rekan-rekan kuliah di UGM, akhirnya pria kelahiran Gunungkidul, 1 September 1959 dapat menyelesaikan penulisan disertasinya dan sukses dipertahankan dalam sidang terbuka hari ini.
“Saya sangat berterima kasih kepada mereka yang telah membantu mendorong saya dalam proses menulis disertasi ini dan juga ucapan terima kasih kepada para promotor dan penguji yang telah menyediakan waktu dan pikirannya dalam proses penulisan disertasi ini menjadi lebih baik,” ungkap ayah dari Ardi dan Daru. (laode)