Perkembangan teknologi saat ini semakin cepat dibandingkan dengan dulu. Kita harus mampu untuk berkompetisi supaya tidak terlindas oleh perkembangan ilmu pengetahuan. Begitu MEA ditetapkan, dan beberapa bulan lalu, sudah kita dapatkan informasi yaitu Mutual Recognition Arrangements (MRAs) dibutuhkan untuk memberikan register untuk produk-produk yang sah secara Asean, bisa diakses oleh Negara anggota Asean dan bisa keluar masuk selama itu ada register.
Demikian disampaikan oleh Rektor UNY, Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA., saat membuka Seminar Nasional Kimia FMIPA UNY (29/10) di ruang ruang sidang FMIPA. Sebagai pembicara dalam seminar tersebut antara lain Dosen Program Doktor Universitas Indonesia, Dr. Ir. Iskandar Muda, M.Eng, Praktisi Industri Baja di PT Kratau Steel, Ir. Sriyana, MT. Selain itu juga dari SEAMEO yang dilakukan secara teleconference, yaitu Dr. Ir. H. Gatot Hari Priyawiryanto.
Lebih lanjut dikatakan, Malaysia sudah memiliki 132 produk yang terregister, sementara di Thailand sekitar 50 an, dan Singapura sekitar 29 produk, sedangkan Indonesia baru 19 yang terregister. “Orang Kimia mempunyai potensi yang besar untuk membuat produk. Ini soal keseriusan dalam mengamankan produk-produk kita. Semoga dengan banyaknya perguruan tinggi dengan keunikan masing-masing mampu menghasilkan produk yang bisa menambah produk yang bisa terregister”, tambah Rektor.
Sementara itu, Iskandar Muda, dalam paparannya yang berjudul Peranan Ilmu Kimia dalam Pengembangan Ilmu Material dan Penerapannya di Industri Baja, menjelaskan, produksi dan konsumsi baja nasional mencerminkan tingkat kemajuan suatu negara, dalam hal ini Indonesia masih menempati urutan yang rendah bahkan untuk kawasan Asia Tenggara. Industri baja yang ada perlu meningkatkan inovasi dalam hal pengembangan produk-produk baja khusus atau material maju untuk mendukung industri nasional yang bersifat strategis seperti industri pertahanan dan otomotif.
“Industri baja di Indonesia yang dimotori oleh PT Kratau Steel, terus menerus berupaya meningkatkan kemandirian dan daya saing dalam era industri global dengan meningkatkan aktivitas penelitian (R&D) dan inovasi bidang baja dan material maju secara massif, sinergis, terarah dan berkesinambungan”, tegasnya.
Sementara itu, Sriyana menerangkan tentang permasalahan energi dan kelistrikan di Indonesia. Permasalahan itu diantaranya pasokan energi di Indonesia masih bertumpu pada energy fossil-non renewable energy. Sebagian energy fossil yang dihasilkan sebagian diekspor ke luar negeri. Sementara itu cadangan energi fosil terutama MIGAS semakin menipis.
Pertumbuhan permintaan energi tidak diimbangi pertumbuhan insfrastuktur energi. Konsumsi energi perkapita masih rendah dibandingkan negara lain, bahkan di Asean. Untuk rasio elektrifikasi 2014 adalah 84%. Dibagian Timur Indonesia masih rendah seperti Papua yaitu 39%. Kekurangan pasokan listrik ini terjadi di beberapa daerah, dan ada yang impor listrik seperti Kalimantan Barat.(witono)