Quantcast
Channel: Universitas Negeri Yogyakarta - Leading in Character Education
Viewing all articles
Browse latest Browse all 3541

MPI UNY KEMBALI MENGGELAR FESTIVAL DOLANAN TRADISIONAL

$
0
0
“Saat ini, anak-anak lebih senang bermain play station, game online, maupun game gadget daripada bermain dakon, jaranan, gobag sodor atau dolanan tradisional lainnya. Mungkin mereka bahkan tidak mengenal dolanan tradisonal tersebut dan belum pernah memainkannya. Padahal, dalam permainan tradisional dapat berfungsi sebagai wahana tumbuh kembang anak, baik fisik maupun psikis. Sudah menjadi tanggung jawab kita semua baik orang tua, guru, maupun institusi pendidikan untuk melestarikan dolanan tradisional warisan nenek moyang.” Demikian kata Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA, Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, saat membuka acara Festival Dolanan Tradisional pada hari Minggu, 25 November 2012.            Dengan mengusung tema “Menuai Karakter Baik dari Dolanan Tradisional”, Museum Pendidikan Indonesia (MPI) kembali menggelar Festival Dolanan Tradisional untuk kali kedua. Tujuan event tersebut adalah untuk mengenalkan dan melestarikan dolanan tradisional yang dulu dilakukan oleh orang tua atau generasi sebelumnya.Sembilan kelompok dari Sekolah Dasar dan sanggar seni menampilkan dolanan tradisional yang sudah mereka kreasikan menjadi sebuah pertunjukan. Sebagai dewan juri dalam festival tersebut adalah Dr. Suwardi Endraswara (dosen Fakultas Bahasa dan Seni UNY), Lies Apriani, M.Hum (dosen Fakultas Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta), dan Suwandi, SS (dari Museum Tembi Rumah Budaya Yogyakarta).            “Banyak sekali nilai-nilai yang terkandung dalam dolanan tradisional, misalnya dalam dolanan Cublak-cublak Suweng, anak yang kalah akan berada di tengah dan menebak siapa yang menyimpan batu permainannya. Jika anak tersebut tidak dapat menebaknya, dia akan berada di tengah lagi sehingga dalam permainan ini terkandung nilai saling menghargai, kejujuran, kejelian, dan kesabaran. Masih banyak lagi permainan lainnya yang mengasah kekuatan fisik dan psikis anak,” ungkap Suwandi, juri FDT II di sela-sela acara.            Muncul sebagai penampil terbaik dalam festival tersebut adalah kelompok SD Muhammadiyah 1 Surakarta, disusul juara kedua berasal dari SD Muhammadiyah Suronatan Yogyakarta, dan juara ketiga berasal dari Sanggar Tari Pradnya Widya Yogyakarta.“Acara ini sangat penting untuk dilaksanakan guna nguri-uri budaya tradisional yang saat ini terancam karena berkembangnya budaya yang serba instan. Budaya yang kurang mengembangkan jiwa sosial anak seperti game online, facebook, dan sebagainya,” ujar Surono, salah satu penonton di akhir acara.”Saya mendukung penuh kegiatan ini yang merupakan salah satu wujud kepedulian UNY terhadap kebudayaan tradisional Indonesia,” ungkap Lies Apriani, M.Hum selaku dewan juri. Sejurus dengan hal tersebut, Museum Pendidikan Indonesia akan kembali mengagendakan kegiatan serupa di tahun-tahun berikutnya untuk mempromosikan museum sebagai pelestari budaya dan sahabat belajar siswa. (Alif Wulandari)

Viewing all articles
Browse latest Browse all 3541

Trending Articles