Masalah modal sosial sebenarnya telah lama dibahas oleh berbagai disiplin ilmu dan dikaji dari berbagai sudut pandang. Kendati pun sudah dibahas secara luas, sampai saat ini pembahasan masalah modal sosial masih menyisakan sejumlah pertanyaan yang belum mendapatkan jawaban yang memuaskan. Prof. Dr. Sunyoto Usman, M.A. (dosen FISIP UGM) mencontohkan modal sosial dalam kehidupan sehari-hari yaitu pedagang angkringan. Mereka datang dari daerahnya (daerah Jawa Tengah) tanpa modal suatu apapun. Biasanya mereka berkelompok 10—25 orang kemudian menetap dalam satu rumah sempit di salah satu kampung miskin di lembah Code Yogyakarta.
Dari situ mereka mendapatkan pemasok makanan seperti nasi kucing, sate usus, gorengan, dan lain-lain. Untuk gerobak pun sudah disediakan oleh sang “juragan”. Para migran tersebut tinggal mencari tempat di Jogja yang masih lowong untuk berjualan angkringan. Dari modal sosial atau kepercayaan seperti itulah mereka bisa survival pada kerasnya hidup dan sanggup mencukupi kebutuhan keluarganya di desa asal mereka.
Di sini dapat diketahui bahwa modal sosial memiliki 3 elemen penting yaitu trust (saling percaya), reciprocal relationship (saling diuntungkan), dan networking (jejaring sosial). Trust dalam artian antara pedagang dan pemasok sudah saling percaya, tidak berkhianat antar-satu dengan lainnya. Pedagang tidak mengambil dari pemasok lain, pemasok pun tidak menjual ke pedagang lain. Reciprocal relationship adalah saling diuntungkan dalam perdagangan. Sama-sama untung karena pemasok tidak perlu capek-capek menjual nasi kucing dan lainnya, pedagang tidak perlu keluar modal hanya tinggal menjual dan mengambil sedikit keuntungannya. Kemudian networking yaitu jejaring sosial dalam artian antara sesama pemasok dan sesama pedagang sudah memiliki ikatan kuat dalam perdagangan dan tidak akan melanggar etika perdagangan.
Itulah sekelumit isi dari Seminar Nasional “Pengembangan Masyarakat Berbasis Modal Sosial” yang diadakan sebagai salah satu agenda dies ke-49 UNY. Seminar ini dipersembahkan oleh Prodi PLS jenjang S1 FIP UNY bekerjasama dengan Prodi PLS S2 Program Pascasarjana UNY. Seminar ini juga menghadirkan Prof. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc. (Dekan FISIP Universitas Indonesia), Drs. Edy Supriyanta, M.Si. (Balai Pemberdayaan Masyarakat dan Desa), serta Prof. Dr. Yoyon Suryono, M.S. (dosen senior PLS UNY).
Acara yang diadakan di Ruang Sidang Rektorat pada tanggal 4—5 Mei 2013 ini dibuka oleh Rektor UNY, Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A. Dalam sambutannya beliau mengungkapkan bahwa sistem Non-Schooling memiliki peran yang penting dalam kehidupan bermasyarakat. Banyak hal yang tidak bisa didapat melalui pendidikan formal saja. Peran pendidikan luar sekolah jauh lebih memberikan sentuhan pada seseorang karena tidak ada batasan seperti pendidikan formal, demikian tambahnya.
Selain Rektor UNY, seminar ini juga dihadiri oleh dekan-dekan fakultas, para Asdir PPs, mahasiswa PLS S1 dan S2, serta kalangan pemerhati pendidikan baik formal maupun nonformal. Selain itu, turut berpartisipasi pula para pensiunan dosen. Seminar ini diikuti sekitar 300-an peserta. (ant)