Padmaningrum, S.H., M.Pd. mengatakan, saat ini pembangunan belum memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya kaum perempuan antara lain terjadi pada angka melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan sumbangan pendapatan yang semuanya lebih rendah dibandingkan dengan kaum laki-laki. Selain itu, program-program kemiskinan yang dilaksanakan oleh pemerintah lebih bersifat tidak kreatif, masyarakat hanya sebagai objek pembangunan yang perlu diberikan stimulan dana saja.
Fakta yang terjadi saat ini antara lain pelaksanaan pendidikan kritis terhadap kaum perempuan mengalami banyak hambatan baik eksternal maupun internal. Pendidikan kritis nonformal yang terjadi di masyarakat seringkali tidak berkelanjutan. Hanya berhenti ketika pendidikan, kursus, pelatihan, atau apa pun namanya selesai begitu saja.
Hasil evaluasi penelitiannya pada dampak pendidikan kritis di Provinsi Jawa Tengah, pemerintah harus melaksanakan pendidikan kritis secara berkelanjutan dan tidak hanya sebatas pada desa tertentu saja. Selain itu, fasilitator pendidikan kritis di lapangan hendaknya juga melakukan pendampingan secara continue, dan perlunya integrasi pendidikan kritis dalam program penanggulangan kemiskinan.
Selama ini perhatian pemerintah masih pada pendidikan formal saja, sedangkan yang nonformal belum memperoleh perhatian yang lebih. Padahal, pendidikan nonformal juga sangat menunjang proses pendidikan, karena tidak semua orang mengenyam pendidikan formal, bahkan sebagian besar menjalani pendidikan secara nonformal.
‘’Program pendidikan kritis merupakan salah satu yang ada di masyarakat. Pemerintah perlu memperhatikan lebih serius, karena ada penekanan terhadap pembelajaran untuk memahami, mengkritisi, memproduksi, dan menggunakan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk memahami realitas hidup serta mengubahnya,’’ ungkap Padmaningrum pada ujian terbuka promosi doktor di Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta, Sabtu, 9 Mei 2015.
‘’Yang tak kalah penting, memberi gambaran kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai pentingnya pendidikan kritis bagi perempuan, terutama dalam program penanggulangan kemiskinan, sehingga bisa berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,’’ tutur Kasubbid Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Setda Provinsi Jateng itu.
Promovendus menyimpulkan bahwa model pendidikan kritis bisa berupa pelatihan gender, pelatihan kader, atau sukarelawan advokasi perempuan, pengelolaan sumber daya lokal, manajemen ekonomi rumah tangga, pengelolaan lembaga keuangan perempuan, serta penguatannya. ”Ada pula pelatihan keterampilan sesuai kebutuhan masyarakat,” ujar Padma yang mempresentasikan disertasinya dengan judul “Evaluasi Dampak Pendidikan Terhadap Kesadaran dan Kemandirian Perempuan di Jawa Tengah”.
Karya disertasi tersebut berhasil dipertahankan di hadapan tim penguji antara lain Prof. Dr. Zuhdan K. Prasetyo, M.Ed., Dr. Putu Sudira, MP., Prof. Sunardi, Ph.D., Prof. Sukirno, Ph.D., Prof. Soenarto, Ph.D. (Promotor merangkap penguji) dan Prof. Dr. Yoyon Suryono (Promotor merangkap penguji). Dari hasil sidang tim penguji memutuskan bahwa wanita kelahiran Semarang, 13 Januari 1963 ini berhak meraih gelar doktor kependidikan dalam bidang PTK dengan predikat Sangat Memuaskan. Dr. Padmaningrum merupakan doktor ke-274 di PPs UNY dan ke-80 pada prodi PTK. (Rubiman)