Tiap tahun prestasi mahasiswa FBS semakin mendunia. Di awal tahun 2015, semerbak harum berita baik muncul di kampus ungu FBS. Pasalnya, mahasiswi terbaik FBS, Rahma Fitriana (Pendidikan Bahasa Inggris 2010), telah membawa misi kecendekiaan untuk mengajar di Sekolah Indonesia Singapura (SIS) selama tiga bulan kurang sepekan (Oktober-Desember 2014).
Awal mulanya Rahma mengikuti rangkaian proses seleksi program PPM (Pengayaan Pengalaman Mengajar) yang diadakan Kantor Urusan Internasional dan Kemitraan (KUIK). Kegiatan PPM tersebut merupakan program kerjasama antara UNY dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura, yang dalam hal ini berada di bawah koordinasi Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud). Menurut Rahma, ia (bersama tiga mahasiswa UNY lain) dikirim dari UNY. “Tapi, saat berada di sana, kami di bawah tangung jawab KBRI,” ujarnya.
Tatkala di Singapura, Rahma menuturkan bahwa ia mengajar bahasa Inggris untuk level SMP dan SMA, baik kurikulum nasional maupun kurikulum Cambridge. “Untuk level SMP, saya mengajar kelas 8 dan 9, sedangkan pada level SMA, mengajar kelas 11 dan 12. Meskipun begitu, saya dan mahasiswa praktikan seringkali mendapat tugas mengajar pada kelas lain, seperti kelas 7, kelas 10, bahkan tingkat Sekolah Dasar. Pernah suatu kali, saat salah seorang guru SIS sedang mendapat tugas studi banding ke Myanmar, saya mengajar IPA untuk siswa kelas 3 SD,” jelasnya.
Rahma juga menjelaskan bahwa kegiatan selain mengajar di SIS, ia dan mahasiswa praktikan lain diminta terlibat dengan kegiatan-kegiatan KBRI: (1) menjadi tenaga administrasi di P3K (Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kerja)—sebuah lembaga kursus dari KBRI yang diperuntukkan bagi TKI di Singapura, dan (2) berpartisipasi di ASEAN Gala Night.
“ASEAN Gala Night ini merupakan agenda rutin tahunan di mana perwakilan Kedutaan Besar negara-negara di ASEAN yang berada di Singapura berkumpul dan melakukan exhibition; mulai dari makanan khas, info pariwisata, hingga tari-tarian,” ungkapnya. Dalam beberapa kesempatan, kata Rahma, Bapak Atdikbud juga melibatkan kami dalam kunjungan kampus ke MDIS Campus, National Institute of Education (NIE), NUS (National University of Singapore), dan UTM (Universiti Teknologi Malaysia).
Kala diwawancarai, Rahma menyampaikan beberapa hal terkait pengalamannya itu. “Pengalaman ini membelajarkan saya banyak hal. Pertama, jelas pengalaman mengajar. Problem yang paling saya rasakan ketika mengajar di sana adalah mixed-ability class. Di dalam kelas bahasa Inggris, banyak siswa yang sudah sangat lancar menggunakan bahasa Inggris secara lisan dan tulis (sayang, ada yang lancar sekali berbahasa Inggris namun tidak bisa berbahasa Indonesia). Namun, ada yang bahkan masih belum bisa menggunakan ungkapan greetings dengan tepat. Pada akhirnya, saya menuntut diri saya sendiri untuk mampu menghadapi konteks pembelajaran yang baru tersebut. Beberapa di antaranya dengan melakukan variasi materi dan media, serta menerapkan problem-based learning di kelas,” jelasnya.
Sebagai penutup, Rahma menyampaikan pesan terkait dengan pengalaman pengajarannya di Singapura ke mahasiswa UNY. “Jangan pernah berhenti belajar. Perkaya diri dengan pengalaman dan pengetahuan. Singapura adalah negara yang tidak pernah berhenti belajar dan konsisten mengembangkannya. Sekarang ini banyak yang ingin mengubah teman, bahkan masyarakat, tapi lupa bahwa sebelum mengubah masyarakat kita harus mengubah diri sendiri, memperkaya diri. Meminjam nasihatnya Aa Gym, mulailah dari hal yang kecil, mulailah dari sekarang, dan mulailah dari diri sendiri,” tutupnya. (Rony)