Kegiatan guru SM3T di sela-sela mengajar sepulang sekolah cukup beragam, di antaranya membantu bercocok tanam di ladang. Hal ini karena mereka tinggal di rumah warga, jadi sudah menjadi kewajiban untuk membantu dalam hal apa pun yang sekiranya bisa lakukan. Seperti pada masa-masa tanam padi, kacang atau jagung, mereka pergi membantu warga untuk berladang dan berkebun. Inilah pengalaman Rahayudha Virgonius Pratama yang ditempatkan di Desa Mahak Baru, Kecamatan Sungai Boh, Kabupaten Malinau, Propinsi Kalimantan Utara.
Guru SM3T UNY tersebut selain diajak berladang oleh warga juga sering diajak para siswanya untuk masuk ke dalam hutan dan mencari ikan di hulu sungai. Keluar masuk hutan yang begitu lebat dengan kondisi tumbuhan yang rindang dan pohon yang besar-besar, sangat alami. “Ketika kami pertama kali diajak masuk hutan yang ada di dalam pikiran kami adalah hewan-hewan buas dalam hutan,” kata Rahayuda. “Ternyata di hutan pedalaman Sungai Boh sangat hijau dan nyaman sekali rasanya berkeliling hutan.”
Mencari ikan di pedalaman Kalimantan Utara khususnya di Kecamatan Sungai Boh benar-benar bisa disebut sebagai surganya para ikan. Para siswa dan guru sering menjala ikan di sungai. Ikan dari berbagai ukuran didapatkan, mulai dari yang paling kecil sampai dengan ukuran yang paling besar. Selain mencari ikan, Rahayuda juga sering pergi mencari kayu bakar untuk keperluan memasak.
Ketika datang, guru SM3T yang ditempatkan di SMA Negeri 6 Malinau tersebut sempat merasa bingung dengan makanan pokok masyarakat setempat, karena berbeda dengan yang biasa dikonsumsi di Jawa. Hanya ada beberapa makanan yang sama seperti nasi dan lauk berupa ikan atau ayam, tetapi untuk sayuran sangat berbeda jauh. “Justru makanan itulah yang membuat kami penasaran,” kata Rahayuda.
Pengalaman makan nasi dari padi gunung dengan sayuran berupa daun pakis yang diiris lalu ditumis serta daun ubi yang ditumbuk lalu digoreng yang disebut Tung Ubi oleh orang Kenyah, merupakan pengalaman tak terlupakan. Ada juga sayuran sebagai lalapan yang dinamai Sengga yang dalam bahasa Jawa disebut daun kolonjono, direbus lalu dimakan sebagai lalapan yang rasanya sungguh lezat. Masih ada lagi kegemaran orang suku Kenyah yaitu Blusut yang di Jawa disebut kecombrang, dimasak dengan cara ditumis, dan apabila dimakan akan terasa semriwing.
Uniknya, buah nanas muda juga dimasak dengan cara ditumis dan rasanya juga enak. Makanan yang paling terkenal dan menjadi favorit orang suku Kenyah yaitu Kapurung. Makanan ini terbuat dari sayur-sayuran hijau berupa sayur kangkung yang dicampur sarden dan tepung kanji disajikan dengan sambal yang sangat pedas..
Alumni Prodi Pendidikan Geografi FIS UNY tersebut mengungkapkan bahwa desa Mahak Baru yang didiami oleh suku Dayak Kenyah tersebut masih menjaga tradisi adat suku, misalnya upacara Beteq Amin yaitu upacara ritual yang dilakukan saat akan mulai membangun rumah. Selain itu ada berbagai tarian khas dari suku Dayak Kenyah antara lain tari berpasangan, tari perang, tari ajai, tari tunggal, tari gerak sama, tari massal dan tarian tebengan lu’ung.
Proses kelahiran anak dalam suku Dayak Kenyah disebut Pemung Mana Anak. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa Kenyah Bakung, Lepok Tau, Lepok Timei, Lepok Tukung, dan Umak Maut. Bahasa Kenyah juga mempunyai peranan sosial dalam kehidupan masyarakat sebagai penutur bahasa daerah tersebut. Bahasa daerah berperan sebagai bahasa adat dan pengatur tatakrama berbahasa. Selain itu, bahasa daerah berperan mempererat rasa kekeluargaan, gotong royong, memperkuat persatuan saling menolong, menciptakan perdamaian dan kedamaian, memperkaya khasanah kebudayaan nasional, sekaligus alat mempelajari kebudayaan daerah itu sendiri.
Menurut warga Trimulyo, Jetis, Bantul tersebut, Program SM-3T adalah program yang sangat bagus untuk memberi kesempatan bagi para sarjana menerapkan ilmu yang didapat dan menyinergikannya dengan kebutuhan pendidik di daerah 3T. “Budaya masyarakat yang mengganggap pendidikan kurang diutamakan harus dikikis perlahan,” katanya. Watak siswa yang cenderung malas belajar sebenarnya karena pengaruh lingkungan sendiri, harus bisa lebih diatasi. Salah satu nilai positif masyarakat di sini adalah toleransi beragama yang sangat dijunjung tinggi, mereka hidup berdampingan secara rukun, tenteram dan damai. (dedy)