Quantcast
Channel: Universitas Negeri Yogyakarta - Leading in Character Education
Viewing all articles
Browse latest Browse all 3541

SEPERTI MENGENALKAN INDONESIA DI NEGARA SENDIRI

$
0
0

Bila mendengar cerita mengenai kondisi sekolah di daerah pedalaman/terpencil, persepsi kita adalah bangunan sekolah yang sudah mulai roboh, kotor, bangunan tidak permanen, lingkungan sekolah yang tidak mendukung proses belajar mengajar, dan sebagainya. Akan tetapi, pada kenyataannya, persepsi ini sangat bertolak belakang dengan kondisi di SMAN 2 Malinau yang terletak di daerah perbatasan Indonesia–Malaysia, tepatnya di Desa Long Nawang, Kecamatan Kayan Hulu, Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur.

Dilihat dari bangunan fisiknya, sekolah ini tergolong baik meskipun terletak di daerah terpencil. Ruang kelas dan kantor sudah merupakan bangunan permanen (terbuat dari beton). Di dalam kelas, lantainya sudah keramik dan terdapat pula white board. Sekolah ini termasuk sekolah yang bersih, indah, dan asri. Di sekeliling sekolah terdapat hutan yang masih baik, serta jauh dari polusi udara. Sekolah ini sangat kondusif untuk belajar siswa. Demikian dikisahkan Sri Maryanti peserta SM-3T UNY periode 2012/2013 yang ditugaskan di SMAN 2 Malinau, Kalimantan Timur.

Meski demikian, di balik kondisi fisik sekolah yang sudah baik, ternyata masih terdapat segudang permasalahan di sekolah yang letaknya sangat jauh dari pusat kota. Selain belum ada sinyal HP dan jaringan listrik, SMAN 2 Malinau hanya dapat dijangkau dengan pesawat udara bagi mereka yang berada di kota, itu pun juga tidak setiap hari ada penerbangan. “Ketika di banyak sekolah dapat menggunakan kertas, spidol gas, dan alat tulis kantor lainnya tanpa harus berpikir bila nantinya habis, di sekolah ini kita harus benar-benar menghemat penggunaan perlengkapan sekolah. Hal ini karena semua perlengkapan sekolah yang dibutuhkan harus dibeli di kota,” kata Sri Maryanti. Bila perlengkapan sekolah dibeli di Long Nawang, harganya sangat mahal karena semua barang yang dijual di sini dikirim menggunakan pesawat, kecuali barang-barang dari Malaysia.

Menurut alumni Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, UNY tersebut selain permasalahan perlengkapan sekolah, masalah yang paling vital sebenarnya adalah penguatan rasa cinta tanah air Indonesia kepada siswa, mengingat sekolah ini berada di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia (Serawak). Kejutan terjadi saat Sri Maryanti mengajar geografi di  kelas. Menurutnya siswa terlihat asing melihat peta wilayah Indonesia. Ketika Peta Indonesia yang dibawa dari Yogyakarta ditempel di dinding kelas, seluruh siswa merasa senang dan antusias karena selama ini mereka jarang belajar menggunakan peta. Gadis desa Grudo, Panjangrejo, Pundong, Bantul tersebut menyuruh siswa satu per satu maju untuk menunjuk letak dari beberapa provinsi di Indonesia.

“Ketika siswa maju untuk menunjuk salah satu letak provinsi di Indonesia yang saya perintahkan, hampir semua siswa merasa kebingungan bahkan tidak tahu karena mereka merasa asing dengan Peta Indonesia,” kata Sri. “Jangankan letak seluruh provinsi yang ada di Indonesia, letak provinsi mereka sendiri mereka cari di Pulau Jawa dan Sumatera, meskipun di Peta sudah ada tulisan nama provinsinya.

”Para siswa juga tidak mengerti arah utara-selatan pada peta dan batas-batas negara Indonesia sehingga untuk menjawab batas-batas negara Indonesia mereka harus dijelaskan langkah demi langkah. Hal ini disebabkan media pembelajaran seperti peta, atlas, globe tidak terdapat di sekolah ini. Kemungkinan pula, mereka jarang melihat Peta Indonesia selama mereka mengenyam pendidikan. Situasi seperti inilah yang membuat Sri Maryanti merasa seperti baru mengenalkan “Indonesia” di daerah perbatasan, yang nota bene adalah negara mereka sendiri. Ini baru mengenai wilayah Indonesia. Apalagi tentang kesenian-kesenian rakyat Indonesia, jenis-jenis tarian, makanan khas daerah Indonesia dan budaya-budaya Indonesia lain yang terkenal, mungkin mereka tidak tahu karena mereka tidak pernah mendengar sebelumnya.

Sri Maryanti juga mengungkapkan bahwa sekolah yang berada di perbatasan berarti secara lokasi sekolah ini berada paling luar dan paling depan di negara Indonesia. Segala sesuatu mengenai Indonesia seperti pembagian wilayah, kesenian, dan budaya-budaya Indonesia harus mereka ketahui bisa lewat sebuah peta, atlas, miniatur rumah adat, miniatur pakaian adat, buku-buku, dan lain-lain.

Artinya, sekolah yang berada di garis batas Indonesia ini harus ada penguatan tentang budaya. Budaya utama yang diperkuat atau ditonjolkan adalah budaya asli setempat seperti budaya Dayak untuk warga Malinau sendiri, dan ditambah penguatan informasi mengenai budaya-budaya yang ada di Indonesia. Dengan demikian, mereka akan bangga menjadi warga negara Indonesia. Mereka adalah penerus bangsa yang berada di garda paling depan. (Dedy)

Label Berita: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 3541

Trending Articles