Gorengan merupakan salah satu makanan yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia. Hampir seluruh kalangan dan lapisan masyarakat menyukai gorengan bahkan ada yang sampai menjadikan gorengan sebagai makanan wajib ketika ada sebuah acara pertemuan untuk dijadikan sebagai jamuan makan. Ada berbagai macam gorengan salah satunya adalah timus. Timus merupakan salah satu makanan tradisional yang ditemui di daerah Yogyakarta dan sekitarnya. Khususnya di daerah Yogyakarta yang merupakan kota pelajar yang mayoritas pelajarnya adalah seorang perantau.
Makanan kecil seperti timus ini banyak dicari dan diminati. Hal ini disebabkan harganya yang terjangkau dan cukup mengenyangkan. Timus merupakan makanan berbahan dasar ubi. Dapat berupa ubi jalar, ubi ungu, dan ubi jenis lainnya. Namun pada umumnya ubi yang digunakan adalah ubi jalar.
Pembuatan timus yang ada saat ini masih menggunakan cara manual yaitu dengan cara menumbuk ubi dengan menggunakan lumpang dan alu hingga ketela menjadi halus. Kemudian dicampuri dengan tepung, gula, garam dan vanili. Setelah itu dilakukan proses pengadukan manual pula dengan membolak-balik adonan sampai bumbu yang dicampurkan merata keseluruh adonan. Setelah itu adonan dibentuk sesuai keinginan produsen, biasanya bentuknya adalah bulat dan lonjong.
Proses pembuatan timus ini memerlukan banyak waktu dan tenaga. Oleh karena itu sekelompok mahasiswa prodi Teknik Mesin Fakultas Teknik UNY yaitu Hermawan Rochmadi, Gunawan Risdiyanto, Eko Ramzani, dan Anton Yuniarto berinovasi dengan menciptakan alat pembuat timus yang berfungsi untuk mempermudah, memperingan, dan membuat produksi lebih optimal.
Menurut Hermawan Rochmadi, timus yang berbahan dasar ubi jalar kaya akan karbohidrat kompleks sehingga energi tidak sekaligus terlepas, melainkan secara berkala. “Dalam setiap butir ubi jalar ukuran sedang, kandungan vitamin A-nya hampir dua kali lipat dari yang disarankan dikonsumsi setiap hari” kata Hermawan “Warna ungu pada ubi jalar ungu adalah zat antioksidan yang membantu tubuh menangkal radikal bebas”.
Untuk memenuhi kebutuhan vitamin C setiap hari, 42% bisa tercukupi dari mengonsumsi ubi jalar. Bahkan, beta carotene ubi jalar adalah 4 kali lipat dari yang dibutuhkan. Bila dimakan bersama kulitnya (tentunya setelah dicuci bersih), ubi jalar rebus mengandung lebih banyak serat dibanding oatmeal. Gunawan Risdiyanto menambahkan bahwa pembuatan mesin ini dimaksudkan agar produsen timus tidak kewalahan dalam proses pembuatannya karena dalam penghalusan ubi sebagai bahan dasar masih menggunakan alat yang masih manual dan sederhana yaitu dengan cara ditumbuk.
“Selain untuk membantu produsen timus kami juga berharap dengan diciptakannya mesin ini salah makanan khas daerah dapat secara nasional dikenal dan diterima oleh masyarakat umum” kata Gunawan. Kelebihan lainnya yaitu mesin ini mampu untuk menghasilkan timus dalam hitungan menit tanpa harus berkeringat.
Eko Ramzani mengatakan bahwa mesin ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah. Mesin bagian atas sebagai penghancur dan pengaduk memiliki kapasitas daya tampung 5 kg ubi dengan kecepatan putar pisau pemotong 70 RPM. Mesin bagian bawah berfungsi sebagai pencetak adonan timus hingga berbentuk bulatan panjang dengan kecepatan cetak 1 kg/menit. Ubi yang telah matang kemudian diproses pada mesin bagian atas yang berfungsi sebagai penghancur selama 5 menit, kemudian dimasukkan bahan lainnya seperti tepung dan gula dan diaduk hingga halus.
Setelah adonan selesai langsung dituangkan pada mesin bagian bawah yaitu pencetak untuk menghasilkan timus yang siap untuk digoreng. “Perlu diperhatikan pula pada bagian penghalus, pengaduk dan pencetaknya harus berasal dari bahan yang tahan karat karena berhubungan dengan kebersihan makanan” tutur Eko. Dalam pembuatan mesin timus ini ada komponen-komponen yang harus dipenuhi sebagai bentuk mesin penghalus dan pencetak adonan timus tersebut yaitu rangka, bak penampung, pisau pemotong, poros, motor listrik, reducer, v-belt, dan conveyor. (dedy)