Jumat (14/3/2014), Jurusan Filsafat Sosiologi Pendidikan (FSP) mengadakan seminar dengan tema “Isu, Riset, dan Kebijakan Mutu Pendidikan”. Seminar ini menghadirkan Tan Sri Dato’ Dr. Abdul Aziz Rochman dari Universiti Islam Antar Bangsa, Malaysia, Prof. Madya. Dato’ Dr. Abdul Razaq Ahmad dari Fakulti Pendidikan Universitas Kebangsaan Malaysia, dan Prof. Dr. Farida Hanum dari UNY. Acara yang dibuka oleh Dekan FIP UNY, Dr. Haryanto, M.Pd. ini mengambil tempat di Abdullah Sigit Hall, FIP UNY. Acara ini diikuti oleh dosen FIP dan 250 mahasiswa dari Jurusan FSP.
Tan Sri Dato’ Dr. Abdul Aziz Rochman membuka sesi pertama dengan mengangkat isu pendidikan. Menurutnya, isu pendidikan saat ini bagaimana universitas atau lembaga pendidikan meningkatkan tahap keilmuannya ke tingkat global. Saat ini tidak ada lagi batasan di dunia maya, informasi semakin cepat dan semakin tidak terbatas. Dunia semakin sempit dan semakin mudah untuk dijangkau. Terlebih lagi Tan Sri juga menggarisbawahi bahwa kurangnya ketertarikan kaum laki-laki untuk belajar lebih dalam dibanding kaum wanita. Isu gender yang sedang santer ini adalah banyaknya kaum wanita yang lebih keras untuk mengejar ilmu daripada laki-laki. Harapannya universitas ini akan mengkaji bagaimana base of knowledge antara laki-laki dengan wanita untuk mengatasi masalah gender di masa depan.
Pada sesi berikutnya Prof. Madya. Dato’ Dr. Abdul Razaq Ahmad dari Fakulti Pendidikan UKM mengungkapkan bahwa dalam bidang pendidikan, profesi guru merupakan profesi yang diberi tanggung jawab yang berat untuk memastikan sumber manusia negara dikembangkan dengan sempurna agar menjadi aset yang dapat menghasilkan pertumbuhan berkelanjutan. Dalam memenuhi aspirasi ini, guru harus menjadi peneliti yang mampu memicu ilmu dan teori baru selain berinovasi dan mampu meningkatkan daya kreatif untuk menciptakan suasana pembelajaran efektif. Justru, keterlibatan guru sebagai peneliti harus diperkembang.
Dengan ini, dukungan dalam bentuk alokasi keuangan, konsultasi atau bimbingan dan pelatihan khusus pada semua tingkat pendidik harus dilakukan secara berkesinambungan dan bersungguh-sungguh. Perencanaan dan pemantauan harus dilakukan untuk mendeteksi kekuatan dan kelemahan penerapan budaya penelitian di kalangan guru-guru. Jadi, dapat dirumuskan bahwa penelitian dapat meningkatkan kualitas pendidikan namun budaya penelitian perlu dimantapkan agar tujuan kebijakan pemerintah dapat dipenuhi
Sesi terakhir disampaikan oleh Prof. Dr. Farida Hanum mengenai masalah modal sosial. Masalah modal sosial sebenarnya telah lama dibahas oleh berbagai disiplin ilmu dan dikaji dari berbagai sudut pandang. Kendatipun sudah dibahas secara luas, namun sampai saat ini pembahasan masalah modal social masih menyisakan sejumlah pertanyaan yang belum mendapatkan jawaban yang memuaskan. Prof. Dr. Sunyoto Usman, M.A. (dosen FISIP UGM) mencontohkan modal sosial dalam kehidupan sehari-hari yaitu pedagang angkringan. Mereka datang dari daerah mereka (daerah Jawa Tengah) tanpa modal suatu apapun. Biasanya mereka berkelompok 10-25 orang kemudian menetap dalam satu rumah sempit di salah satu kampung miskin di lembah Code Yogyakarta.
Dari situ mereka mendapatkan pemasok makanan seperti nasi kucing, sate usus, gorengan dll. Untuk gerobak pun sudah disediakan oleh sang “juragan”. Para migran tersebut tinggal mencari tempat di Jogja yang masih lowong untuk berjualan angkringan. Dari modal sosial/kepercayaan seperti itulah mereka bisa survive di kerasnya hidup dan sanggup mencukupi kebutuhan keluarganya di desa asal mereka.
Di sini dapat diketahui bahwa modal sosial memiliki 3 elemen penting yaitu trust (saling percaya), reciprocal relationship (saling diuntungkan) dan networking (jejaring sosial). Trust dalam artian antara pedagang dan pemasok sudah saling percaya dalam artian tidak berkhianat antar satu dengan lainnya. Pedagang tidak mengambil dari pemasok lain, pemasok pun tidak menjual ke pedagang lain. Reciprocal relationship adalah saling diuntungkan dalam perdagangan. Sama-sama untung karena pemasok tidak perlu capek-capek menjual nasi kucing dan lainnya, pedagang tidak perlu keluar modal hanya tinggal menjual dan mengambil sedikit keuntungannya. Kemudian networking yaitu jejaring sosial dalam artian antara sesama pemasok dan sesama pedagang sudah memiliki ikatan kuat dalam perdagangan dan tidak akan melanggar etika perdagangan. (ant)