Quantcast
Channel: Universitas Negeri Yogyakarta - Leading in Character Education
Viewing all articles
Browse latest Browse all 3541

IBU, SAYA ADA RU’U

$
0
0

“Saat menyapa salah satu muridku, Yulitha, spontan Indah berteriak mencegahnya. Aku heran dan tak mengerti. Mataku menjurus ke Yulitha yang tampak tertunduk dan takut. Penasaranku belum usai, tapi aku sudahi begitu saja. Langsung menaruh kartu di tangan Yulitha dan memintanya menyusun kalimat. Selesai pelajaran, Yulitha menghampiriku. ‘Tante Ibu. Tante Ibu jangan sapa saya lebih dulu. Biar saya yang sapa lebih dulu tante ibu,’ ucap Yulitha.”

“Ketika aku tanya mengapa, gadis kecil itu menjawab, ‘Ibu, saya ada ru’u,’. Kaget bukan kepalang. Hatiku seperti tersambar petir. Mendadak runyam, tak karuan. Baru minggu lalu, seorang guru mengungkapkan kalau orang-orang di sini banyak yang memiliki ru’u. Aku pikir itu hanya mitos dan hanya dalam rangka menakutiku. Tapi, si kecil Yulitha dengan polos mengakuinya.”

Itulah pengalaman Yulia Setiyati, guru SM3T UNY di SMPN 2 Golewa, Kabupaten Ngada, Flores, NTT. Ru’u seperti ajimat kekuatan. Kata orang-orang, kita tidak boleh menegur sapa kepada orang yang dalam tubuhnya berdiam ru’u, terlebih ketika orang itu berkeringat. Jika dilakukan, salah satu bagian tubuh bisa berubah sakit.

Jika ada yang bilang anak-anak Flores berwatak keras, itu adalah mitos. Kenyatannya, setiap kali berpapasan, di mana saja dan kapan saja, mereka selalu ramah menyapa meskipun dari jarak jauh. “Tak hanya ramah, mereka juga rajin,” kata Yulia Setiati. Sejak pagi buta, para murid sudah berjalan tanpa alas kaki. Sepatunya ditenteng menelusuri kebun-kebun dengan jalan yang naik-turun dan berkelok. Dan murid-murid itu tiba di sekolah pukul 06.30 WITA.

Sesampainya di sekolah, para murid bukan lantas duduk bersantai. Mereka mempunyai tugas membersihkan kompleks sekolah. Ada yang menyapu dan mengepel seluruh ruangan, menyiram tanaman, membersihkan WC, juga memunguti sampah-sampah. Didampingi guru piket, mereka punya petak masing-masing yang wajib mereka bersihkan. Tanpa banyak protes, mereka melaksanakan. Lantai mengkilat, bunga segar, dan halaman bersih tercipta dari tangan-tangan ulet para murid.

Alumni Prodi Pendidikan Bahasa Inggris UAD Yogyakarta tersebut menceritakan bahwa di sekolahnya tidak ada kantin, oleh karenanya ada beberapa murid yang membawa kue dan menjajakannya ketika jam istirahat. Salah satunya, Osin Deme. “Muridku itu menjual kue buatan tetangganya,” kata Yulia. “Dari jerih payahnya itu, ia bisa membeli sendiri alat tulis untuk bersekolah.”

Kala malam hujan membasahi tanah Flores, anak sekolah yang rumahnya jauh harus melintangi sungai besar. Sungai-sungai itu kering jika hujan tidak turun. Namun bila hujan lebat, aliran sungai menjadi deras. Sederas niat dan keberanian anak-anak murid yang melampaui sungai itu dengan seuntai tali yang terjerat di pohon di seberang sungai.

Warga Ngijo, Bangunharjo, Sewon, Bantul tersebut mengisahkan pada suatu Senin,  beberapa anak datang dengan sembunyi-sembunyi karena takut kena marah guru. Dengan celana dan rok yang kuyup mereka berjalan pelan menuju ke arah guru-guru. Yulia terharu, derasnya sungai telah membuat seragam mereka basah. Mereka dengan nekad menyeberang sungai demi sungai. “Duh! Anak-anak! Bagaimana kalau batu-batu yang kalian tapaki terlalu licin. Bagaimana kalau mendadak tali itu putus. Kalian rela mempertaruhkan nyawa demi belajar.”

Alam memang membentuk kepribadian anak-anak Flores menjadi pribadi yang tangguh, tak lekang dimakan sulitnya zaman. Mereka mendera kegigihan di tanah kelahirannya. (dedy)

Label Berita: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 3541

Trending Articles