“Target saya adalah kuliah di Yogyakarta dan mengambil Jurusan Bimbingan Konseling. Pada seleksi jalur penelusuran bibit unggul (PBU) dan SNMPTN tahun 2010 saya tidak lolos, begitu pula saat saya mendaftarkan jalur seleksi mandiri gelombang pertama. Akhirnya, saya mendaftar pada salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta mengambil Jurusan Bimbingan Konseling. Tetapi pada saat-saat terakhir datanglah surat dari Rektor UNY ke sekolah yang menyatakan bahwa saya diterima di Jurusan Bimbingan Konseling melalui jalur bidikmisi.”
Demikian dikisahkan Moh. Khoerul Anwar, mahasiswa bidikmisi UNY yang berhasil menyelesaikan kuliahnya di prodi Bimbingan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan dalam waktu singkat, 3 tahun 6 bulan. Dia mengisahkan bahwa di sekolahnya, MAN Buntet Pesantren Cirebon, hanya 10 siswa yang diterima di PTN.
“Saya satu-satunya yang diterima di UNY,” kata Moh. Khoerul Anwar. “Lainnya diterima di PTN Jawa Barat.” Pria kelahiran Indramayu, 1 November 1991 tersebut merasa suprise dapat diterima di UNY melalui jalur bidikmisi karena sebelumnya dia tidak pernah merasa mendaftar jalur bidikmisi. Setelah dikonfirmasi, ternyata Khoirul mendapatkan pelimpahan dari jalur PBU dan mendapatkan beasiswa bidikmisi.
Selama sekolah, Khoerul Anwar tinggal di pesantren karena jauh dari rumah. Warga desa Gedangan, Sukagumiwang, Indramayu tersebut selain aktif di organisasi siswa sekolah, juga melakoni beberapa kegiatan sosial di antaranya merawat ibu dari salah satu kyai pondok pesantren tersebut. “Berkat doa beliau jugalah saya bisa diterima di UNY” kata Khoerul.
Kesukaan untuk berorganisasi ini terus dilakukannya setelah diterima di UNY. Mulai dari aktif dalam himpunan mahasiswa hingga puncaknya menjabat sebagai Ketua DPM FIP UNY. Putra bungsu H. Kusnan dan Hj. Khoeryah tersebut ingin mematahkan argumen bahwa aktivis cenderung lama kuliah. Khoerul berhasil menyelesaikan studi dalam waktu 3 tahun 6 bulan dan meraih IPK 3,72. “Semua karena dorongan orang tua,” kata Khoerul. “Dan membuktikan bahwa aktivis juga bisa berhasil secara akademis.”
Ketika ditanya bagaimana membagi waktu antara kuliah, aktivitas, dan kegiatan kesehariannya, menurut Khoerul kuncinya ada pada manajemen waktu. Khoerul selalu menerapkan skala prioritas di mana yang lebih penting, itulah yang terlebih dahulu dikerjakan. Dalam perkuliahan Khoerul mengambil 18 – 20 SKS per semester, hanya sekali mengambil 24 SKS pada semester II. Untuk mencapai target indeks prestasi kumulatif di atas 3, Khoerul tidak pernah lalai mengerjakan tugas yang ada, dan untuk itu dia juga rajin mencari data penelitian dari kakak angkatan sebagai referensi.
Begitu pula saat mengerjakan skripsi, kegiatan sebagai aktivis kampus sangat membantunya. Skripsi berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Interpersonal Melalui Team Building Pada Pengurus Organisasi Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan UNY” menunjukkan bahwa kemampuan memecahkan masalah interpersonal dapat ditingkatkan melalui team building berupa aktivitas brainstorming, games, role playing, dan diskusi kelompok. Penelitian Khoerul juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan menyampaikan permasalahan pada orang lain serta mampu lebih memahami keadaan orang lain.
Sebagai mahasiswa penerima bidikmisi, Khoerul mendapatkan sejumlah uang pembinaan setiap bulan. Kembali sifat sosialnya timbul. Menurut pengakuannya, uang yang didapatkan dari bidikmisi selain untuk biaya hidup dan membeli buku juga disisihkan sebagian untuk membantu yayasan pesantrennya di Cirebon. Inilah Moh. Khoerul Anwar, mahasiswa bidikmisi santun yang menurut rencana akan diwisuda pada Juni 2014. (dedy)