Language Specialist of Combined ESL Program dari Ohio State University, Jaclyn Gishbaugher, memberikan presentasi pada stadium generale bertajuk “E-novation: The Evolving ELT Classroom in the Post Method Era”, Rabu (26/2/2014). Tampak antusias, dosen dan mahasiswa semester 6 Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris memadati Ruang Seminar, Gedung Kuliah I Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Yogyakarta
Stadium generale ini dimulai dengan tanya jawab dengan mahasiswa dan diskusi mengenai teori pemerolehan bahasa kedua yang sudah familiar bagi mahasiswa.
Selama satu setengah jam, Jaclyn Gishbaugher menyampaikan berbagai teori dalam pengajaran bahasa pada abad ke-21, yang menekankan pada prinsip-prisip seperti berpikir kritis (critical thinking), komunikasi (communication), kolaborasi (collaboration), dan budaya (culuture).
Melalui empat poin utama tersebut, Jaclyn mengajak peserta untuk melihat aspek-aspek penting dalam proses pembelajaran. Menurutnya, berpikir kritis dapat ditunjukkan dengan mengungkapkan pendapat, menerima pendapat orang lain, menunjukkan kreativitas dan menyelesaikan masalah (problem-solving). Selain itu, komunikasi yang baik antara guru dan murid dapat tercemin dari interaksi yang terjadi di kelas. Di dalam mengajar, guru pun dapat mengarahkan siswanya untuk bekerjasama dalam aktivitas di kelas dan mengajak rekan kerjanya untuk melakukan penelitian tindakan kelas (action research).
“Semua itu hendaknya berjalan beriringan dengan kesadaran bahwa saat ini dunia semakin sempit karena kemajuan teknologi untuk berkomunikasi, sehingga guru dan siswa dapat memanfaatkan teknologi yang ada untuk saling memahami budaya satu sama lain,” terangnya menekankan pentingnya teknologi dalam proses belajar mengajar .
Jaclyn Gishbaugher juga menitikberatkan pembelajaran yang idealnya berorientasi kepada siswa. Peran guru di dalam proses belajar mengajar baiknya lebih mengarahkan siswa untuk berlatih berbicara dan mengikuti kegiatan di kelas dengan partisipasi aktif. “Dengan mengenal karakter siswa, seorang guru dapat menentukan metode yang tepat untuk diterapkan di kelasnya,” yakinnya.
Ia juga menyampaikan strategi menghadapi siswa yang terlalu aktif ataupun pasif. Aktivitas-aktivitas seperti diskusi beregu, berpasangan, dan kegiatan menuliskan jawaban pada selembar kertas yang dapat dilihat oleh guru di depan kelas akan melibatkan banyak interaksi dan partisipasi siswa.
Menurutnya, penggunaan teknologi seperti jejaring sosial seperti facebook, twitter, dan youtube dapat meningkat interaksi dan partisipasi pula. Seorang guru dapat membuat siswa-siswanya berpartisipasi dalam group facebook dan mengunggah video yang berisi rekaman sang guru. Dengan mengakses video rekaman tersebut, siswa menyimak materi dan barulah kemudian diaplikasikan dalam kegiatan di kelas yang sesungguhnya.
Peserta stadium generale pun diajak untuk lebih memahami tujuan pembelajaran di kelas bagi para siswa, dengan didahului analisis kebutuhan, membuat siswa belajar karena mereka membutuhkannya. Jaclyn menekankan pentingnya pemahaman ini agar materi yang disampaikan sesuai kebutuhan siswa, sehingga mereka dapat mengimplementasikannya hari ini atau di masa yang akan datang. (yla)