Mitigasi bencana merupakan tindakan untuk mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan pengurangan resiko. Kurangnya pemahaman tentang karakteristik bencana, sikap, dan perilaku yang mengakibatkan rentannya kualitas sumber daya alam, kurangnya informasi peringatan dini yang berakibat ketidaksiapan, serta ketidakmampuan menghadapi bencana merupakan beberapa faktor yang dapat menimbulkan kerugian dalam bencana.
Demikian diungkapkan Hermawan Kuswantoko calon wisudawan UNY dalam sarasehan bertema “Sumbang Saran Pemikiran untuk Kemajuan UNY” di Ruang Sidang Rektorat UNY, Kamis, 27 Februari 2014. Sarasehan wisudawan cum laude dan terbaik program studi ini menampilkan 5 pembicara yaitu Budi Wijayarto, M.Pd. dari jenjang S2, dan Ari Setiawan, S.Pd., Dewi Nurjanah, S.Pd., Hermawan Kuswantoko, S.Pd., serta Minarti, S.Pd. dari jenjang S1 yang diikuti oleh 208 orang calon wisudawan/wisudawati terbaik yang akan diwisuda Sabtu, 1 Maret 2014 di GOR UNY.
Hermawan Kuswantoko, S.Pd., mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi FIS UNY tersebut menambahkan bahwa UNY belum memiliki penunjuk jalur evakuasi dan belum pernah ada latihan mitigasi bencana. “Mayoritas mahasiswa UNY disiapkan menjadi guru,” kata Hermawan Kuswantoko. “Jadi, apabila kelak telah terjun di sekolah, apa yang sudah didapatkan di kampus akan diteruskan pada muridnya.” Sebagai negara yang rentan dengan bencana sebaiknya upaya mitigasi bencana dapat diterapkan secara dini dan berkesinambungan. Upaya mitigasi bencana sangat penting dilakukan sebagai contoh bagi masyarakat dalam upaya pengurangan resiko bencana.
Sarasehan wisudawan cum laude dan terbaik program studi dibuka oleh Wakil Rektor II UNY, Dr. Moch. Alip yang berharap agar keberhasilan yang diperoleh bukanlah akhir semuanya tetapi merupakan pintu masuk pada era global. “Prestasi akademik belumlah cukup,” kata Moch Alip, “input Anda untuk UNY melalui sarasehan ini akan diperuntukkan kemajuan UNY di masa depan.”
Menurut Ari Setiawan dari Prodi Pendidikan Teknik Mesin FT UNY, perlu penerapan penerapan production based education (PBE) di UNY atau perkuliahan dengan kegiatan produksi karena perkuliahan dengan penerapan PBE akan memberikan suasana belajar seperti di industri tanpa menyampingkan program kependidikan yang ditempuh. “Penerapan PBE bermanfaat pada mahasiswa UNY, khususnya fakultas teknik,” kata Ari Setiawan. “Karena mendapatkan pengalaman praktik yang lebih untuk bekal bila telah lulus dan menjadi guru nantinya.”
Sementara Minarti dari Prodi Pendidikan Luar Biasa FIP UNY mendambakan kampus inklusif bagi penyandang disabilitas di lingkungan kampus UNY dengan menyediakan layanan aksesibilitas yang memadai bagi penyandang disabilitas. Contoh pemenuhan aksesibilitas ini dengan cara pengadaan fasilitas penunjang akses mobilitas bagi tunanetra dan tunadaksa, pengadaan papan ruangan dengan huruf Braille bagi tunanetra termasuk library corner-nya serta kesempatan bagi para calon mahasiswa baru penyandang disabilitas untuk dapat kuliah di UNY.
Dewi Nurjanah dari Prodi Pendidikan Akuntansi FE UNY mengedepankan kurang efektifnya penggunaan portal dan pengecekan identitas yang dilakukan penjaga portal. “Solusinya adalah memperbaiki sistem yang digunakan dan melakukan tertib pengawasan,” kata Dewi. Lebih lanjut Dewi menyarankan untuk memperluas lahan dan fasilitas parkir serta pengawasan melalui CCTV untuk meminimalisir masalah perparkiran.
Pembicara terakhir Budi Wijayarto dari S2 Pendidikan Dasar Pascasarjana UNY menyarankan pada UNY untuk membuka sekolah laboratorium di Indonesia Timur, karena kawasan ini masih tertinggal. Menurutnya, pendirian sekolah laboratorium di Indonesia Timur dapat menimbulkan efek domino karena mungkin akan ditiru perguruan tinggi lain atau pemerintah daerah setempat. “Sekolah laboratorium dapat digunakan mahasiwa untuk uji teori, tempat praktik mengajar dan sarana mengabdi pada alumni,” tutup Budi Wijayarto. (dedy)