Pertama kali datang di Gayo Lues, Tika Risti Mulawati ditempatkan di SMAN I Pantan Cuaca selama 4 bulan. Guru SM3T UNY tersebut lalu dipindahtugaskan dari Kecamatan Pantan Cuaca ke Kecamatan Rikit Gaib, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh dan mengajar di SMPN 1 Rikit Gaib. Suasana kekeluargaan sangatlah nampak karena sebagian guru berasal dari luar Kabupaten Gayo Lues, sehingga ada perasaan senasib di “negeri orang”. Para guru senior ini juga berasal dari kota-kota besar di Pulau Sumatera. Mereka tidak segan untuk berbagi pengalaman dan kisah selama mengajar di daerah 3T.
“Pada awal pembagian tugas, saya langsung mendapat 24 jam pelajaran ditambah dengan tugas tambahan sebagai wali kelas di kelas VIII.2” kata Tika Risti Mulawati. “Ini adalah pengalaman pertama saya mengajar dengan jam terbang yang penuh ditambah pula dengan jabatan wali kelas”.
Tika menceritakan bahwa rasa penasaran nampak di wajah para murid saat pertama kali masuk ke kelas, apalagi guru baru tersebut berasal dari daerah lain yang masih asing bagi mereka. Pertanyaan tentang pulau Jawa dan sejenisnya terucap dari para siswa. Bagi anak-anak seperti mereka, dunia luar itu layaknya barang baru yang belum pernah mereka lihat. Anak-anak dari daerah ini sebagian besar menghabiskan masa bermainnya di kebun ataupun sawah untuk membantu orang tua mereka.
Menurut alumni Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS UNY tersebut selama menjadi wali kelas VIII.2 tidak ada kesulitan yang berarti. Ketika usai mengajar ataupun sebelum pelajaram selalu disempatkan untuk bertanya tentang keadaan kelas. Kadang siswa mengadu karena ada temannya yang tidak membayar uang kas, tidak melaksanakan piket, sering tidak masuk kelas karena alasan membantu orang tua. Hingga pada satu moment saat mereka harus menjadi petugas upacara bendera Hari Senin. Anak-anak ini meminta Tika melatih mereka.
Berbekal pengalaman sewaktu sekolah dulu, warga Kaligesing Purworejo tersebut melatih mereka selama dua hari. Pada hari pelaksanaan, Tika sengaja datang pagi-pagi untuk mempersiapkan mereka. “Beberapa nampak gugup, namun saya yakinkan mereka pasti bisa,” ujarnya. “Saya pun merasa gugup karena ini pengalaman pertama bagi saya.” Namun semua berjalan lancar walaupun ada petugas yang masih melakukan kesalahan.
Setelah upacara selesai, mereka mendekat dan mengatakan menyesal karena melakukan kesalahan. “Saya hanya tersenyum melihat mereka. Saya katakan bahwa orang itu belajar dari kesalahan untuk kemudian menjadi tahu mana yang benar. Pengalaman ini mungkin sederhana, namun besar maknanya.” (dedy)