Senja datang membawa serta resah bagi Ismiyati. Seperti senja yang sudah-sudah, ia kembali duduk termangu seorang diri di samping rel kereta sembari mengenang jauh masa silam yang telah lalu. Pikirannya selalu tertuju pada Suwarto, seorang lelaki yang pernah hadir di masa lalunya dan tak pernah beranjak dari pikirannya. Ia jatuh cinta kepada Suwarto semenjak mereka sering menumpang kereta api yang sama ketika masih sekolah dulu. Padahal, kini Suwarto sudah memiliki kehidupan lain dan hidup berbahagia dengan Mursiwi, istrinya.
Ismiyati tinggal seorang diri dengan Bapaknya. Terkadang, Bapaknya pun tak tega dan dibuat kesal oleh ulah anak gadisnya itu. Ismiyati bahkan kerap kali menolak pinangan laki-laki lain karena cintanya yang tak kunjung surut pada Suwarto.
Namun pada suatu senja yang lain datanglah musibah yang menggemparkan masyarakat yang hidup dibantaran rel kereta tersebut. Bermula dari kedatangan seorang pemuda tidak dikenal yang mencari rumah Mursiwi. Lalu tidak lama kemudian, Mursiwi dikabarkan meninggal dunia karena ditabrak kereta. Tak pelak lagi, sikap Ismiyati yang secara terang-terangan tak merelakan kebahagiaan Suwarto dan Mursiwi, dituduh sebagai tersangka penyebab kematian Mursiwi.
Suwarto pun berjanji akan mencari pembunuh istrinya yang ia cintai. Ia uring-uringan mencari pembunuh istrinya seorang diri, ia tidak percaya dengan lembaga hukum sehingga ia terus berusaha mencari pembunuh istrinya seorang diri. Hingga kecurigaan pun tertuju pada Ismiyati. Siapa yang menduga kalau Ismiyati akan melakukan pengakuan palsu untuk menguji perasaan Suwarto padanya.
Tapi kebenaran tetaplah sebuah kebenaran, pada akhirnya terbongkarlah siapa yang telah tega mengahabisi nyawa Mursiwi. Dia adalah si pemuda misterius yang datang pada suatu senja, menanyakan rumah Mursiwi . Si pemuda misterius tersebut adalah lelaki yang pernah menjalin asmara dengan Mursiwi pada masa lalu, sebelum Mursiwi menikahi Suwarto. Karena merasa dirugikan oleh ulah Mursiwi yang meninggalkannya, ia lantas memutuskan untuk membalaskan dendamnya dengan membunuh perempuan itu. Akhirnya, kebenaran ini membawa Ismiyati kembali kepada Suwarto, lelaki yang selama ini ia cintai.
Tidak hanya menampilkan lika-liku perjalanan asmara anak manusia, pementasan yang ditampilkan oleh komunitas ”Kerang-K” dan dipentaskan di Stage Tari Tedjokusuma FBS UNY pada 16 Desember 2013 tersebut pun menyentil wajah peradilan saat ini dengan menampilkan sosok Suwarto yang tidak memercayai proses pengusutan pembunuh istrinya kepada pihak berwajib. Di sisi lain, pementasan yang diambil dari naskah Kirdjomulyo dengan judul “Senja Dengan Dua Kelelawar” itu pun mencoba mengangkat kembali sisi kelam dari pertarungan demi pertarungan yang dilewati oleh umat manusia dalam menentukan sikap dan pilihan-pilihan yang ia ambil dalam mengatasi persoalan-persoalan hidup yang menderanya.
Dalam pertarungan itu pun manusia senantiasa kembali dalam fitrahnya sebagai makhluk yang terasing dan kesepian. Memang kesepian itu adalah penyakit seseorang yang paling sukar diobati. Sebagaimana Ismiyati yang memilih melewati tahun-tahun kesunyian seorang diri menanti kekasih hati Suwarto meski ia telah bersama Mursiwi.
Pementasan ini dipersembahkan oleh komunitas “Kerang-K” yang beranggotakan mahasiwa dari Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2011 kelas K sebagai bentuk ujian akhir matakuliah drama. (Dj Wonga)