Surat keputusan merupakan sebuah produk kebijakan dari pejabat instansi tertentu. Bila instansi tersebut merupakam instansi pemerintah maka surat keputusan tersebut merupakan keputusan tata usaha negara yaitu penetapan tertulis yang dikeluarkan badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku serta bersifat konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Demikian dikatakan Anang Priyanto, M.Hum. dalam pelatihan legal dan kontrak drafting di Ruang Sidang Senat UNY, Jumat, 15 November 2013. Lebih lanjut Kepala LKBH UNY tersebut menyebutkan bahwa keputusan yang belum definitif karena masih memerlukan persetujuan dari atasan belum menimbulkan hak dan kewajiban.
“Dalam menyusun keputusan yang bersifat beschikking perlu memperhatikan beberapa hal” kata Anang Supriyanto, M.Hum. “Diantaranya adalah berisi tindakan hukum tata usaha negara, tertulis dan menimbulkan akibat hukum”. Menurutnya, beschikking dibedakan atas dua macam penetapan yaitu penetapan negatif atau penolakan dan penetapan positif atau dikabulkan dimana penetapan negatif hanya berlaku satu kali saja sehingga permintaan ini boleh diulangi.
Kegiatan pelatihan legal dan kontrak drafting ini merupakan program rutin tahunan yang diselenggarakan KLBH UNY dalam rangka membekali para staf di lingkungan UNY yang berhubungan dengan legal drafting. Menurut Kepala Subag Tata Usaha Layanan Konsultasi dan Bantuan Hukum UNY Kristiyono, S.H., pelatihan ini diikuti oleh 60 orang staf dari semua fakultas dan lembaga di lingkungan UNY.
“Pelatihan ini ditekankan pada ketepatan pembuatan surat keputusan yang banyak dilakukan di unit kerja UNY” kata Kristiono, SH “Oleh karena itu perlu disusun sesuai aturan yang benar supaya tidak mudah dibatalkan, dipermasalahkan maupun digugat”. Pelatihan ini merujuk pada Tata Perundangan menurut UU No.12 Tahun 2011 dan Permendikbud no. 6 Tahun 2013 tentang Tata Naskah (Tata Persuratan) Dinas di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Pembicara kedua, Setiati Widihastuti, M.Hum. dalam paparannya menjelaskan bahwa secara teknis dan teoretis dalam setiap transaksi hubungan bisnis maupun kerjasama dan kemitraan selalu ada tahapannya, yaitu tahap pra-kontrak, tahap penyusunan kontrak dan tahap pelaksanaan kontrak. Dosen Fakultas Ilmu Sosial UNY tersebut menambahkan bahwa tahap pra-kontrak selalu diawali dengan negosiasi yang kadang diikuti dengan pembuatan nota kesepahaman, dilanjutkan dengan tahap penyusunan kontrak yang berisi penjabaran dari kesepakatan pihak-pihak yang terikat dalam kontrak berupa perincian hak dan kewajiban para pihak dan ketentuan lain yang telah disepakati bersama.
“Kontrak juga berfungsi sebagai alat bukti apabila ada pengingkaran dari salah satu pihak” kata Setiati Widihastuti, M.Hum. Dia mengingatkan bahwa kontrak yang memuat klausula yang rinci dan antisipatif akan lebih mampu mengamankan para pihak daripada kontrak yang hanya memuat garis besar saja, walaupun kadang ada rasa sungkan untuk memulainya karena terkesan seperti tidak mempercayai mitra kerja. Namun dengan itikad baik serta pemahaman bersama akan tentang urgensi suatu kontrak, maka kebiasaan untuk selalu mempersiapkan alat bukti akhirnya akan menjadi suatu keniscayaan,” tutupnya. (dedy)