Indonesia dan India memiliki hubungan erat sejak masa praaksara sampai dengan masa sekarang. Perkembangan kerajaan-kerajaan bercorak Hindu Buddha dan Islam di Indonesia tidak lepas dari pengaruh India. Pada masa kolonial, hubungan Indonesia-India juga terus terjalin, termasuk dalam perkembangan pemikiran para tokoh pergerakan kebangsaan. Rabindranath Tagore dan Ki Hajar Dewantara merupakan salah satu bukti bagaimana hubungan aliran pendidikan Indonesia dan India pada masa kolonial.
Kedua tokoh ini merupakan bapak pendidikan di masing-masin negara, yang keduanya memiliki paradigma pemikiran sama dalam memajukan pendidikan. Demikian salah satu pokok pikiran disampaikan dosen FIS UNY, Supardi, M.Pd. dalam kegiatan International Conference on India-Indonesia Bilateral Ties di Jawaharlal Nehru University (JNU), New Delhi India tanggal 18—20 November 2013 kemarin.
Supardi diundang untuk mempresentasikan makalah berjudul “The Thoughts of Rabindranath Tagore and Ki Hajar Dewantara about Education”. Dalam acara yang diselenggarakan JNU dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di India tersebut, Supardi menjelaskan bahwa Ki Hajar Dewantara dan Rabindranath Tagore memiliki latar sejarah yang sama, yakni dalam situasi masyarakat yang terjajah. Kondisi kolonialisme tersebut mendorong lahirnya perjuangan melalui pendidikan. “Tagore dan Ki Hajar sangat dipengaruhi pemikiran pendidikan pembebasan Barat seperti Froebel, Montessori, dan John Dewey,” tambahnya.
“Mereka tokoh yang sangat mengedepankan pendidikan untuk kemerdekaan,” tegas Supardi di hadapan 70 peserta dari beberapa negara Asia Selatan dan Asia Barat tersebut. Dosen Jurusan Pendidikan IPS ini juga menambahkan bahwa Ki Hajar dan Tagore memiliki hubungan dekat dalam perjuangan pendidikan. Bahkan Tagore pernah berkunjung ke Taman Siswa pada tahun 1927. “Sebagai bentuk kedekatan kedua tokoh, Ki Hajar memasang gambar Tagore di pendapa Taman Siswa.”
Kegiatan ini juga dihadiri Duta Besar Indonesia di India, Atase Pendidikan Indonesia di India (Dr Son Kuswadi), Mantan Duta Besar India di Indonesia, dan Ketua Pusat Studi Asia Timur dan Asia Tenggara Jawaharlal Nehru University (Dr Gautam). Lebih lanjut, Supardi menjelaskan pentingnya memaknai pemikiran Ki Hajar Dewantara yang memiliki kedekatan dengan pemikir pendidikan India Rabindranath Tagore. Ki Hajar menekankan pendidikan untuk mengembangkan kodrat anak, memfasilitasi anak, dan mendorong anak untuk menjadi manusia dewasa.
Pandangan tersebut sama dengan pandangan Tagore yang menekankan pendidikan untuk menjadi total man. Taman Siswa yang didirikan Ki Hajar merupakan representasi pemikiran Ki Hajar tentang pendidikan. Sementara representasi pemikiran Tagore dapat dilihat dalam pendidikan Shantiniketan di Bolpour India. Taman Siswa dan Shantiniketan memiliki hubungan khusus pada masa kolonial. Kedua perguruan tersebut melakukan tukar menukar pelajar, bahkan di Shantiniketan terdapat pusat studi khusus tentang budaya Jawa, yang merupakan hasil kunjungan Tagore ke Tamansiswa Yogyakarta.
Fakta di atas menunjukkan bagaimana kedekatan Indonesia dan India dalam bidang pendidikan masa lalu. “Bahkan kalau ditarik lebih jauh, pada masa Kerajaan Mataram, Indonesia mengirimkan tidak kurang 500 mahasiswa ke India untuk belajar. Monumen raksasa Borobudur dan Prambanan merupakan bukti hubungan pendidikan pada masa lalu,” tegas Supardi. Karena itu, patutlah kedua negara untuk lebih intens menjalin hubungan khususnya dalam bidang pendidikan. Secara khusus Supardi berharap antara Tamansiswa dan Shantiniketan menjalin hubungan yang lebih erat dan konkret dalam pendidikan. (MR SPD)