Gelaran akbar kompetisi debat nasional, National University Debating Championship (NUDC) 2013, telah usai. Universitas Negeri Yogyakarta kembali mengirimkan delegasi terbaiknya dalam acara yang diselenggarakan oleh DIKTI tersebut. Bertempat di Politeknik Negeri Sriwijaya (Polsri) Palembang, tiga mahasiswa Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) berkompetisi selama 7 hari (25—31/8/2013).
Tika Destiratri Setiawan, Arif Burhanudin, dan Rasman bertarung dengan 96 tim lainnya dari seluruh Indonesia. Perlombaan ini memakai sistem British Parliamentary (BP) di mana dalam satu tim terdiri atas dua debaters dan satu N1.
Dalam kompetisi bergengsi tersebut, UNY berhasil mendapat gelar 2nd Best Novice Speaker yang diraih oleh Tika Destiratri Setiawan, 5th Best Novice Speaker oleh Arif Burhanudin, dan Top 20 Adjudicators oleh Rasman.
Tika, sapaan akrabnya, mengakui bahwa ronde ke-6 dan ke-7 adalah ronde yang menurutnya sangat mendebarkan. “Itu karena kedua ronde tersebut adalah silent round. Seharusnya kita bisa nge-break di main draw karena skor kita tinggi namun kita kalah di victory point (vp). Jadi, kita di peringkat 37 dan masuk kategori novice,” jelas ketua English Debating Society (EDS) UNY tersebut. Kategori novice diperuntukkan bagi mereka yang berkecimpung di dunia debat universitas selama 3 tahun dan belum pernah lolos main draw di lomba nasional.
Lain halnya dengan Tika, Rasman berbagi pengalamannya sebagai N1. N1 adalah juri atau adjudicator di mana setiap institusi akan mengirimkan satu perwakilan. Tiap-tiap juri akan diseleksi secara ketat melalui tes tertulis dan tes penjurian. “Banyak yang gagal pada tes seleksi adjudicator NUDC kali ini. Alhamdulillah, berkat dukungan teman-teman, saya bisa lolos seleksi. Bahkan diberikan kepercayaan untuk menjadi juri perempat final,” terang Mahasiswa Berprestasi (Mapres) FBS 2012 ini.
Adapun kiat-kiat menjadi juri yang baik menurutnya, yaitu: belajar ilmu logika dan filsafat, open-minded, belajar bersikap adil, dan melatih objektivitas. “Yang terpenting, tidak berhenti meningkatkan pemikiran kritis kita karena itu akan berguna di kemudian hari,” tandasnya.
Belajar dari pengalamannya selama berlomba di Palembang, Arif yang juga wakil ketua UKM Bahasa Asing Safel 2013 ini berpesan pada generasi selanjutnya agar berlatih lebih keras, efektif, dan efisien karena hal tersebut akan meningkatkan kemampuan berdebat. Setali tiga uang dengan Arif, Tika juga berpendapat hal yang sama. “Selain itu, jangan pernah menganggap lawan lebih pintar atau lebih bodoh,” ujarnya.
Rasman menambahkan bahwa penting untuk bertemu dengan tim-tim dari universitas lain. Hal ini akan menyadarkan bahwa di atas langit masih ada langit dan tentunya akan memotivasi tim untuk menjadi lebih baik. (Zidnie/fitri)