Quantcast
Channel: Universitas Negeri Yogyakarta - Leading in Character Education
Viewing all articles
Browse latest Browse all 3541

MENGUNGKAP MAKNA TRADISI NGGUWAKI

$
0
0

Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan tradisi daerah. Tradisi merupakan hal yang tidak bisa terlepas dari budaya bangsa Indonesia. Adanya tradisi itu diikuti dengan keyakinan masyarakat tentang hal-hal mistis di sekitar mereka. Bahkan di zaman yang serba modern ini kepercayaan-kepercayaan itu masih melekat di masyarakat. Salah satu dari berbagai tradisi yang ada di Indonesia adalah tradisi sesaji. Tradisi yang ada di masyarakat tidak serta merta ada. Tradisi terbentuk membutuhkan proses serta waktu yang panjang. Seperti halnya tradisi ngguwaki yang ada di Dusun Pending, Desa Girirejo, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang.

Di Dusun Pending tradisi sesaji itu lebih sering disebut dengan ngguwaki atau yang berarti membuang. Menurut masyarakat sekitar, tradisi ini memang sudah ada sejak dulu bahkan lebih kurang sejak 80 tahun yang lalu. Makna luhur tradisi yang terkandung dalam budaya ini mendasari empat mahasiswa dari Prodi PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta melakukan penelitian terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut. Keempat mahasiswa tersebut Saryanto, Des Maninda C. Dewi, Ervan Adi Kusuma, dan Lutfiana yang merupakan tim Penelitian Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP).

Menurut Saryanto, tradisi ngguwaki ini biasanya dilakukan pada saat salah satu anggota masyarakat memiliki acara besar seperti pernikahan, acara mitoni atau tujuh bulan kehamilan, dan juga acara khitanan. “Tradisi ini diyakini memperlancar acara yang akan dilaksanakan,” kata Saryanto. “Keyakinan seperti inilah yang mendasari sebagian dari masyarakat untuk melakukan tradisi ngguwaki.” Tradisi ngguwaki berupa sesaji yang disiapkan di sebuah kotak persegi. Kotak persegi atau oleh masyarakat sering disebut dengan ancak itu dilapisi dengan daun pisang yang kemudian diatasnya diletakkan berbagai macam makanan.

Ngguwaki berasal dari bahasa Jawa yang dalam bahasa Indonesia berarti membuang. Membuang di sini bukan berarti membuang barang-barang tidak berharga. “Namun, yang dibuang adalah makanan yang dibuat di rumah dan beberapa jajanan pasar,” kata Ervan Adi Kusuma. “Tradisi ngguwaki dilakukan oleh masyarakat desa sebelum melaksanakan suatu hajatan.”

Bentuk fisik yang dibuang berupa makanan yang ditempatkan pada sebuah nampan yang dibuat dari anyaman bambu dan pelepah pisang berjumlah enam buah. Penempatannya yaitu satu buah di rumah empunya hajat, kemudian selebihnya dibuang di tempat yang dianggap sakral, seperti sungai atau kali, perempatan jalan. Setiap guwakan mendapat potongan-potongan ayam yang berbeda. Khusus guwakan untuk kali kulon diberi darah, kepala dan bulu ayam. Namun, pada akhirnya makanan tersebut dimakan oleh anak-anak kecil di dusun yang biasanya menunggu-nunggu hadirnya guwakan ini.

Lutfiana mengatakan bahwa dalam tradisi ngguwaki yang selama ini dipandang dari segi mistis ini sebenarnya memiliki nilai-nilai luhur yang merupakan ciri khas karakter masyarakat Jawa. Pelaksanaan tradisi ngguwaki merupakan sebuah wujud rasa syukur serta pengharapan dari orang yang melaksanakan hajatan, salah satunya agar hajatan berjalan lancar. “Hal tersebut mengajarkan bahwa sebagai seorang manusia harus selalu bersyukur serta menyadari semua usaha harus berlandaskan pengharapan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,” kata Lutfiana. Warga asli dusun Pending, Girirejo, Tegalrejo, Magelang tersebut menjelaskan bahwa tradisi ngguwaki juga merupakan pencerminan sikap serta karakter masyarakat Jawa pada umumnya.

Contoh cerminan karakter yang merupakan makna filosofis yang tercermin dalam sikap hidup masyarakat Dusun Pending di antaranya rukun, saling menghormati, tata krama, kebersamaan, bersyukur, balas budi, tanggung jawab, dan jujur. Ketika pelaksanaan ngguwaki baik dari persiapan hingga akhir merupakan momen kebersamaan, saling menghormati antar warga masyarakat serta wujud kerukunan. “Nilai-nilai inilah yang sekarang menghilang dalam kehidupan masyarakat modern,” tutupnya.

Label Berita: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 3541

Trending Articles