“Laqad khalaqna alisana fee ahsani taqweemin, tsumma rodadnaahu asfala saafiliin” penggalan dari surat At-Tiin ayat 4—5 tersebut menjadi materi pembuka yang disampaikan oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY), Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag. saat memberi tausiah dalam Buka Bersama FIS UNY yang dihadiri oleh jajaran dekanat dan ketua senat beserta istri, ketua jurusan, ketua prodi, kabag, dan kasubag. “ Semoga dengan kegiatan Buka Bersama ini dapat memperat tali silaturahmi,” ungkap Ajat menyampaikan tujuan acara yang digelar Kamis (18/7/2013) di Racik Desa Resto.
Dalam tausiah tersebut, Ajat menyampaikan seperti arti dari surat At-Tiin ayat 4—5, bahwa “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Ajat menjabarkan bahwa sebenarnya manusia diciptakan di badan yang terbaik, baik fisik maupun nonfisiknya. “Kita sebagai manusia sudah diciptakan sebagai yang terbaik, jadi kita harus menjaga badan kita dengan sebaik-baiknya,” ajak Ajat. Namun yang menjadi masalah, apakah kita bisa menjadi kembali ke Yang Menciptakan dengan sebaik-baiknya.
Sementara At-Tiin ayat ke-5 mempunyai arti, “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka).” Dijabarkan oleh Ajat, “Jika seseorang tidak bisa menjaga keistimewaan yang dimilikinya maka akan dikembalikan ke dasar (asfal) dan yang paling parah adalah jika masuk asfalasifilin, keraknya neraka” ujarnya.
Agar jangan sampai menjadi penghuni asfal maupun asfalasifilin, Ajat mengingatkan kita agar selama rentang waktu kita dari lahir sampai mati, seperti yang tersurah dalam surat As-salam, “Maka sungguh beruntunglah orang-orang yang bisa menjaga nafsunya.” Kunci hidup adalah bagaimana menjaga ‘an-nafs’ atau ‘nafsu’. An-Nafs bisa diterjemahkan sebagai cerminan hati seseorang. Hal ini berarti kendali seseorang itu berada di hati atau jiwa (an-nafs) orang tersebut. Bisa juga dikatakan, jika hatinya bagus, maka baguslah semuanya, namun jika hatinya buruk, maka buruklah juga hidupnya. Ajat juga menyampaikan bahwa nafsu itu cenderung pada kebutuhan, kecuali nafsu yang dirahmati Allah.
Salah satu resep yang disarankan oleh Islam untuk menahan hawa nafsu adalah dengan ‘shaum’ atau berpuasa. Contohnya Ajat mengisahkan kisah Rasul, “Ketika seorang lelaki sudah dewasa tapi belum menikah bertanya pada Rasul, bagaimana cara menjaga hawa nafsunya. Maka Rasul menjawab, berpuasalah kamu,” urainya.
Ajat juga menambahkan, “Salah satu fungsi dari puasa selama satu bulan atau Ramadhan adalah untuk menjaga kesucian kita selama satu tahun, namun jika kita merasa masih belum bisa menjaga diri kita dengan puasa di bulan ramadhan, maka disarankan untuk berpuasa sunat Senin dan Kamis, dan lebih baik lagi jika mampu mengikuti jejak nabi Daud dengan berpuasa Daud (berselang-seling puasa dan tidak puasa).” Sari