Belalang kayu (Melanoplus cinereus) adalah serangga herbivora berwarna coklat yang termasuk ordo Orthoptera. Belalang kayu banyak ditemui pada pohon turi, ketela, jati, dan lain sebagainya. Belalang termasuk serangga yang bagi masyarakat lebih sering dicap sebagai hama yang merusak tanaman, karena ludahnya mengandung racun yang dapat merusak dedaunan dan bukan bahan makanan bergizi apalagi berprotein. Berdasarkan penelitian, di dalam seratus gram belalang dewasa mengandung protein 23.6 gram, lemak 6.1 gram, calsium 35.2 miligram dan 5 miligram besi.
Belalang merupakan sumber protein yang lebih baik dibandingkan sapi, ayam, ataupun babi. Dan yang tidak kalah penting belalang mempunyai kadar kolesterol dan lemak yang sangat rendah. Protein hewani berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup serta memberikan manfaat pertumbuhan sel-sel organ tubuh. Selain itu, juga membantu pembentukan otak manusia dan sel darah merah lebih kuat sehingga tidak mudah pecah. Mengkonsumsi belalang dalam jumlah banyak dapat melangsingkan tubuh. Belalang juga mempunyai khasiat untuk mengobati berbagai penyakit, seperti sakit kuning, sesak nafas karena batuk, setip/kejang, dan infeksi sumsum tulang.
Belalang termasuk hewan yang halal bagi umat Islam. Imam Bukhari dalam sebuah hadistnya meriwayatkan bahwa Ibn Abi Awfi berkata, ”Kami melakukan tujuh kali peperangan bersama Rasulullah. Ketika itu kami makan belalang sepanjang jalan.” Sahabat Umar RA berkata, ”Rasulullah pernah mengungkapkan keinginannya untuk makan belalang panggang.” Bahkan istri Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya biasa saling memberi hadiah belalang.
Selama ini belalang kayu hanya dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat. Pengolahan belalang kayu tersebut tentunya belum mempunyai nilai tambah yang besar karena masih terbatas dari segi harga ataupun jumlah produksinya, sehingga diperlukan upaya dalam pemanfaatan belalang tersebut berupa diversifikasi produk pangan manusia yang sudah populer dan digemari masyarakat banyak, yaitu kerupuk. Inilah yang dilakukan Niken Nur Chasanah, Fauziah Insani Nurhayati, dan Fin Narsih dari Prodi Pendidikan Ekonomi FE UNY serta Tohari dari Prodi Kimia FMIPA UNY. Mereka mengolah belalang dalam bentuk lain yaitu dibuat kerupuk.
Menurut Niken Nur Chasanah, selama ini produk kerupuk hanya digunakan sebagai makanan kudapan yang bersifat hiburan saja dan nyaris tanpa memperhatikan nilai ataupun mutu gizinya. “Dengan adanya pemanfaatan belalang kayu yang kaya protein dan diaplikasikan sebagai bahan baku dalam produk krupuk, diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah yang berguna bagi masyarakat,” katanya. Fauziah Insani Nurhayati menambahkan, karena kerupuk belalang kayu ini belum dikenal oleh masyarakat, perlu adanya strategi pemasaran yang baik.
“Salah satu strategi pemasarannya yaitu dengan memberikan cita rasa yang khas tanpa menghilangkan kandungan dari belalang kayu tersebut,” kata Fauziah Insani Nurhayati. “Selain itu juga memberikan warna alami tanpa pewarna buatan dan dikemas secara menarik.” Dengan munculnya inovasi kerupuk berbahan baku belalang kayu ini, diharapkan masyarakat lebih tertarik untuk membeli kerupuk belalang tersebut karena dapat memberi manfaat bagi kesehatan.
Fin Narsih menjelaskan bahan-bahan yang digunakan dalam membuat kerupuk ini antara lain belalang kayu, tepung tapioka, tepung terigu, bawang putih, garam, gula pasir. Cara pembuatannya yaitu belalang kayu direbus kemudian dibersihkan kotorannya, dihilangkan sayap dan kaki belakangnya, lalu diblender. Haluskan bumbu kemudian campurkan dengan belalang kayu yang telah halus. Aduk sampai adonan bercampur menjadi satu. Setelah tercampur rata, tambahkan tepung tapioka, tepung terigu, dan air.
Aduk-aduk adonan sampai kental. Tuangkan adonan ke dalam loyang, kemudian kukus sampai matang lalu dinginkan. Iris-iris adonan dengan tebal ± 0,1--0,2 mm, kemudian jemur sampai kering. Kerupuk yang sudah kering digoreng kemudian dikemas. (dedy)