Angkringan telah menjadi tempat makan favorit bagi masyarakat Yogyakarta, tak ayal kebeadaannya semakin menjamur. Pada umumnya angkringan memiliki ciri khas berada di tepi jalan dengan gerobak sehingga kebanyakan lapak angkringan tidak memiliki suplai energi listrik. Oleh karena itu, lapak angringan biasanya menggunakan arang sebagai bahan bakar serta lampu sentir atau lampu tempel sebagai penerangan utama. Namun, dari hasil survei menunjukkan bahwa asap yang ditimbulkan dari proses pembakaran arang dan lampu sentir dapat menggangu kesehatan dan kenyamanan pengunjung sehingga ketersediaan energi listrik sebenarnya sangat penting bagi pedagang angkringan ataupun pembelinya.
Kondisi tersebut memunculkan ide kreatif dari sekelompok mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta dari Fakultas Teknik (FT) berkolaborasi dengan mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) yang tergabung dalam kelompok Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang teknologi, untuk mengembangkan energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan listrik di lapak angkringan dengan memanfaatkan sistem panel surya. Kelompok ini terdiri dari Muhamad Iskandar (Pendidikan Teknik Mekatronika), Nurlia Sutiani (Pendidikan Teknik Informatika), Ahmad Habibullah (Pendidikan Teknik Mekatronika), dan Maisel Priskila Sisilia (Pendidikan IPA).
Alat yang mereka ciptakan bekerja dengan mengontrol panas matahari untuk mengisi batrei dan kemudian dikonversi menjadi suplai energi listrik yang siap digunakan untuk kebutuhan penerangan di lapak angkringan.
Pengembangan alat ini mendapat sokongan dana dari PKM tahun 2013 yang bertujuan untuk membantu penjual angkringan dalam meningkatkan penghasilannya. Ketut Ima Ismara, M.Pd., M.Kes., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Teknik Elektro sangat mengapresiasi inovasi ini. “Sudah sepatutnya para mahasiswa melakukan pengembangan teknologi yang tepat guna sehingga dapat membantu masyarakat,” tuturnya.
Muhamad Iskandar, ketua kelompok menjelaskan bahwa alatnya mampu menghasilkan energi listrik hingga 1200 watt. “Dengan tambahan instalasi penerangan mini pada warung angkringan, peran lampu sentir dapat tergantikan,” ungkap Iskandar.
“Selain itu, dengan daya yang cukup besar alat kami juga mampu untuk menyalakan alat elektronik lain yang sudah disesuaikan dayanya seperti LCD TV, Radio, Sistem Audio Mini serta charging ponsel atau laptop,” tambahnya.
Dalam sesi uji coba, penerapan alat ini mendapatkan respon yang sangat baik dari dua pedagang angkringan. Pak Parjo, pedagang angkringan dari Gondokusuman, Yogyakarta mengungkapkan bahwa alat ini sangat membantu dirinya dalam berdagang angkringan. “Contohnya untuk memanasi air juga menjadi sangat cepat, dengan kompor listrik, tinggal ‘ceklek’ langsung panas,” ceritanya. “Alat ini memberikan banyak pengetahuan bagi saya yang sudah berumur terkait teknologi yang ada pada era sekarang,” lanjut pedagang yang sudah berusia 50-an tahun itu.
Sementara itu,Pak Sugio yang berjualan angkringan di daerah Sleman juga merasakan dampak yang sangat positif. “Alat ini bermanfaat sekali, karena bisa membuat saya betah. Meski, pengunjung sepi saya bisa menonton tv serta menikmati lagu-lagu sambil menunggu pengunjung datang,” tutur Pak Sugio sembari tertawa lepas.
“Semoga untuk ke depannya alat ini bisa lebih didekatkan kepada masyarakat, khususnya pedagang warung angkringan yang selama ini setia menjadi trand mark di bidang industri makanan dan akrab di kalangan mahasiswa, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta,” tutupnya. (hryo)