Dosen Program Studi (Prodi) Ilmu Sejarah,Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY), HY. Agus Murdiyastomo, M.Hum., mewakili UNESCO di ICCN Festival 2012 yang diselenggarakan di Gangneung Korea. The Inter-City Intangible Cultural Cooperation Network (ICCN) merupakan organisasi internasional dan organisasi budaya yang bertujuan melindungi dan menyelamatkan warisan budaya dunia. Sejak berdiri pada tahun 2004, ICCN telah menunjukkan kontribusinya dengan mengadakan berbagai workshop ataupun konferensi internasional. Pada tahun 2012 ini ICCN mengadakan workshop tematik di Gangeung, Korea.
Dalam kesempatan tersebut Agus mewakili UNESCO untuk memberikan workshop tentang Batik Indonesia yang merupakan karya seni bernilai estetis tinggi yang menjadi bagian dari budaya Indonesia dan telah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009. Selama workshop, Agus mengajarkan cara membatik kepada para peserta workshop yang berasal dari berbagai negara seperti Perancis, Kanada, Italia, Cina, Spanyol, Turki, dan negara anggota ICCN lainnya. Teknik membatik yang diajarkan meliputi penggunaan canting, menggambar motif, dan pewarnaan sehingga peserta memahami proses pembuatan batik dari awal sampai akhir.
Menurut Agus, batik sebagai warisan budaya leluhur yang penuh dengan makna filosofi sudah selayaknya diselamatkan. Pengakuan masyarakat internasional melalui UNESCO tentu harus diapresiasi dengan pewarisan yang komprehensif sehingga generasi pewaris tidak hanya menerima warisan yang sepotong-sepotong. Dengan demikian, generasi muda pewaris budaya dunia ini bisa memahami batik tidak sekedar sebuah teknik pewarnaan kain atau menggambar motif saja, tetapi mereka juga menerima pewarisan lengkap dengan makna dibalik proses membatik.
Agus menambahkan, batik pernah mengalami masa surut, baik dari sisi budaya maupun ekonomi, dan pernah jatuh hingga pada titik nadir. Ketika batik telah bangkit, kini persolan timbul kembali. Manakala dunia berkembang mengglobal, antara satu negara dan negara yang lain seolah tidak ada jarak dan batas-batas budaya semakin samar. Apalagi dengan berkembangnya teknologi informasi yang begitu pesat, segala sesuatu tumbuh dan berkembang dengan cepat. Batas budaya yang telah samar itu kini semakin sirna. Situasi ini menjadi ancaman terhadap keberlangsungan seni tradisi seperti batik. “Untuk mengoptimalkan usaha pelestarian batik diperlukan kebijakan untuk memperkenalkan batik kepada generasi muda sedini mungkin melalui pendidikan, baik formal melalui sekolah maupun melalui pelatihan-pelatihan di luar bangku sekolah,” jelasnya. (Eko)