Polusi udara di wilayah perkotaan dan jalan raya telah menjadi perhatian utama, karena wilayah-wilayah tersebut merupakan tempat di mana sumber pencemaran sering berada dan juga menjadi tempat sebagian besar orang hidup dan menghirup udara tercemar. Termasuk Yogyakarta yang banyak dikunjungi wisatawan, hal ini menyebabkan Yogyakarta dipadati kendaraan. Meningkatnya jumlah volume kendaraan tentu saja sejalan dengan meningkatnya polusi udara di perkotaan. Meningkatnya polusi yang ada di jalan raya turut membawa dampak buruk bagi kesehatan, diantaranya penyakit asma, bronkhitis bahkan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Beberapa solusi untuk mengurangi polusi udara adalah dengan cara mengurangi pemakaian bahan bakar fosil, melakukan penyaringan asap sebelum dibuang ke udara, membuat sistem transportasi yang efisien, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan memperbanyak tanaman hijau di daerah berpolusi tinggi. Selain itu juga dengan cara mengembangkan teknologi ramah lingkungan pengendali polusi udara.
Haris Erdyanto dan Danang Wahyu Prasetyo dari pendidikan Teknik Elektro, Pandu Gaung Vashu Deva dari Program Studi Teknik Elektronika FT UNY, Siti Masrifatun Azahro dari Pendidikan Fisika FMIPA UNY serta Anik Nur Laili dari Pendidikan Kimia FMIPA UNY mengembangkan teknologi pengendali polusi udara ramah lingkungan dengan membuat alat pereduksi polutan dengan memanfaatkan teknologi plasma. Udara yang berpolutan akan diserap dan dialirkan melalui tabung plasma sehingga diharapkan udara yang keluar dari tabung sudah berkurang kadar polusinya. Menurut ketua tim, Haris Erdyanto mereka membuat prototipe alat pereduksi polutan dengan memanfaatkan teknologi plasma yang dilengkapi sensor peka gas polutan sebagai pengendali plasma serta menggunakan sumber tenaga ramah lingkungan yang dihasilkan dari sel surya. “Ini merupakan alat pereduksi polusi yang efektif, hemat energi, ramah lingkungan, dan tidak menimbulkan bahaya serta murah” kata Haris.
Danang Wahyu Prasetyo menjelaskan bahwa alat ini terdiri dari plasma, transformator flyback, sel surya dan sensor asap MQ-135. Sistem kerjanya adalah saat sensor asap mendeteksi adanya gas polutan dengan kadar yang ditentukan maka akan mengirim sinyal ke mikrokontroler untuk menghidupkan blower. Blower menghisap gas polutan yang terdeteksi dan dialirkan menuju tabung yang berisi plasma. Di sinilah proses pereduksian gas polutan yang terjadi. “Setelah melewati tabung plasma gas akan dialirkan keluar dengan kadar polutan semakin berkurang” kata Danang. Karya ini berhasil meraih dana Dikti dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta tahun 2016. (dedy)