Salah satu tugas MPR sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD adalah melakukan pengkajian sistem ketatanegaraan. Salah satu metoda dalam pengkajian sistem ketatanegaraan adalah melalui workshop yang dimaksudkan untuk mendapatkan masukan yang mendalam terhadap tema-tema yang menjadi topik pembahasan. Untuk itu MPR RI bekerjasama dengan Universitas Negeri Yogyakarta menggelar Workshop Pancasila, Konstitusi dan Ketatanegaraan yang digelar di Hotel Eastparc (22/7).
Workshop bertujuan untuk membahas dan mendapatkan bahan masukan dari peserta kegiatan terkait dengan tema, yakni Penataan Kewenangan MPR dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Model GBHN, dan diikuti oleh 30 orang dari kalangan akademisi dalam bidang ilmu hukum tata negara, ilmu sosial dan politik, dan ilmu ekonomi serta disiplin ilmu lainnya dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di DIY.
Menurut Wakil Rektor II UNY Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd kegiatan kerjasama antara UNY dan MPR RI telah lama berlangsung. “Kehidupan bernegara sangat kompleks” kata Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd “Dan untuk menjadi negara yang hebat harus ada ikatan yang kuat”. Menurut beliau negara maju selalu mempunyai masterplan pembangunan, dan dengan adanya ikatan berupa GBHN diharapkan jalan pembangunan yang ditempuh bisa langsung pada tujuan.
Sedangkan Ketua Badan Pengkajian MPR RI Dr. Bambang Sadono, SH., MH mengatakan bahwa ada beberapa alasan mengapa Indonesia memerlukan sistem perencanaan pembangunan nasional model GBHN. Pertama, negara seluas Indonesia memerlukan haluan negara sebagai pemandu arah pelaksanaan pembangunan nasional yang berkesinambungan. “Alasan kedua, diperlukan integrasi sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah” kata Dr. Bambang Sadono, SH., MH “Dan alasan ketiga, diperlukan sistem perencanaan pembangunan yang berbasis kedaulatan rakyat”. Menurut Bambang, dengan dihapuskannya kewenangan MPR untuk menetapkan GBHN, maka sistem perencanaan pembangunan nasional tidak berlandaskan pada Ketetapan MPR tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tetapi berlandaskan pada Undang-Undang tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Peraturan Presiden tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang disusun berdasarkan Visi dan Misi calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
Diungkapkan oleh Ketua Badan Pengkajian MPR RI tersebut bahwa dengan model sistem perencanaan pembangunan nasional yang demikian memungkinkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dilaksanakan secara tidak konsisten dalam setiap periode pemerintahan mengingat implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) didasarkan kepada visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam pemilihan umum, yang masing-masing dapat memiliki visi dan misi yang berbeda dalam setiap periode pemerintahan.(dedy)