Masalah seksual anak dan remaja di Indonesia telah sampai pada tahap memprihatinkan. Berdasar data dari Yayasan Kita dan Buah Hati menyebutkan bahwa sekitar 67% dari 2.818 siswa sekolah dasar mengaku pernah mengakses informasi pornografi. Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia juga pernah mensurvei 100 remaja Indonesia antara umur 14 sampai 18 tahun dimana sekitar 30% diantaranya sudah pernah melakukan seks. Tentu saja hal ini menjadi pekerjaan ekstra bagi orang tua dalam mengawasi dan mendidik anak-anak mereka. Mata rantai perilaku menyimpang tersebut harus segera diputus agar fenomena ini tidak berkelanjutan di lingkungan masyarakat. Mereka tidak dibekali penanaman karakter maupun pengetahuan tentang masalah seksual sejak dini, bahkan kebanyakan orang tua memberi tahu anak-anaknya ketika anak sudah melakukan penyimpangan ataupun setelah mengalami kekerasan seksual. Hal ini menjadi keprihatinan mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan UNY. Mereka berinisiatif menciptakan media pencegahan kekerasan seksual terhadap anak berupa Buku Saku Pendidikan Seks (Kuku Pesek).
Sischa Ariesta dan Andika Karisma Putra dari prodi Bimbingan Konseling serta Puji Nur Hidayat, Guscipto dan Realita Mahanani dari Prodi PGSD merancang buku saku tersebut sebagai usaha preventif agar anak tidak mengalami kekerasan seksual sekaligus memberikan pengetahuan dan pemahaman anak mengenai pendidikan seks sejak dini. Sedangkan bagi orang tua berguna sebagai pengetahuan mengenai pentingnya pendidikan seks pada anak sejak dini.
Menurut Sischa Ariesta, sudah sepantasnya orangtua membuka rasa segan, risih, dan tabu tersebut sebelum anak-anak memperoleh pengertian mereka sendiri mengenai seks yang tidak sesuai dengan norma dan moral. “Dengan membicarakan seks kepada anak, kita membantu anak-anak untuk mengembangkan perilaku seks yang sehat dan mengajarkan pemikiran tentang seks yang bertanggungjawab” kata Sischa.
Puji Nur Hidayat menambahkan bahwa informasi tentang seks sebaiknya didapatkan langsung dari orang tua yang memiliki perhatian khusus terhadap anak-anak mereka. “Pendidikan seks sejak dini sangat penting dalam tumbuh kembang anak, serta termasuk di dalamnya menjawab pertanyaan anak-anak kita secara jujur” kata Puji Nur Hidayat “Tentu saja dengan mempertimbangkan kematangan dalam usianya ketika mengajukan pertanyaan seputar seks”.
Para mahasiswa tersebut memiliki program pendidikan seks yang dapat diterapkan untuk anak usia dini. Program tersebut diterapkan di TPA Dharma Yoga Santi Yogyakarta yang dipilih karena mayoritas orang tua di TPA tersebut sibuk dengan pekerjaannya, sehingga kurang memiliki waktu untuk menerapkan pendidikan seks pada anak-anaknya. Maka program pendidikan seks diterapkan melalui TPA berupa seminar pendidikan seks untuk para orang tua dengan pembicara dari pakar psikologi. Selain itu juga diadakan workshop media Kuku Pesek sebagai penunjang program pendidikan seks. Anak-anak di TPA Dharma Yoga Santi adalah sasaran utama yang mendapatkan program pendidikan seks melalui pendidik-pendidik TPA yang sebelumnya telah mengikuti training.
Media Kuku Pesek didesain unik dan menarik dengan bentuk 3 dimensi. Buku tersebut berisi gambar mengenai pendidikan seks anak. Pendidikan ini meliputi bagian pribadi yang harus diketahui oleh anak, orang yang boleh menyentuh dan melihat tubuhnya, mengatakan “tidak” ketika terjadi kekerasan seksual, dan apa yang harus dilakukan anak jika terjadi kekerasan seksual. Media tersebut mudah didesain dengan ukuran yang dapat dimasukkan ke dalam saku sehingga mudah dibawa kemana saja. Pendidikan seksual secara dini dengan Kuku Pesek tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya kekerasan seksual. Selain itu, anak menjadi paham mengenai seks dan tidak mudah rentan terkena kekerasan seksual. Kegiatan ini berhasil meraih dana Dikti lewat Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Pengabdian Masyarakat tahun 2016.(dedy)