Quantcast
Channel: Universitas Negeri Yogyakarta - Leading in Character Education
Viewing all articles
Browse latest Browse all 3541

MENGUAK MAKNA “NYEKER” ABDI DALEM KASULTANAN YOGYAKARTA

$
0
0

Abdi dalem Kraton Yogyakarta memiliki satu kebiasaan yang sama walaupun memiliki wilayah kerja masing-masing, salah satunya yaitu perilaku “nyeker” ketika menjalankan tugasnya. Nyeker merupakan istilah dalam Bahasa Jawa Ngoko yang berarti tidak memakai alas kaki. Hal ini mendorong mahasiswa UNY yaitu Fahmi Marinda dan Limas Assifa Suryaningtyas (PGSD), Reza Widha Yaka (Pendidikan Sejarah), serta Muhammad Lutfi Hendrato (Kebijakan Pendidikan) di bawah bimbingan Fathurrohman, M.Pd. (FIP UNY) untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam Program Kreatifitas  Mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk menguak makna di balik perilaku nyeker para abdi dalem.

Nyeker ternyata memiliki sebuah filosofi yang sangat mendalam dan mungkin tidak banyak orang tahu maknanya. K.R.T. Jatiningrat menuturkan bahwa peraturan tertulis yang ada di Kraton Yogyakarta disebut peranatan dimana salah satu peranatan yang berlaku di Kraton Yogyakarta berjudul “Lampah-lampah Pesowanan Ngabekten”. Peranatan tersebut membahas mengenai tata cara berpakaian yang harus digunakan oleh raja, permaisuri, hingga abdi dalem pada saat acara pesowanan ngabekten termasuk peraturan untuk tidak menggunakan alas kaki atau cenela (Bahasa Jawa). Hal ini menandakan bahwa nyeker merupakan peraturan yang dilaksanakan oleh raja sampai abdi dalem dalam acara tersebut.

K.R.T. Jatiningrat juga menuturkan bahwa dari pangeran sampai abdi dalem, ketika memakai peranakan (busana Karaton), tidak memakai alas kaki ketika memasuki Kraton. Dalam hal ini, nyeker di area Kraton Yogyakarta merupakan bentuk dari demokratisasi bahwa manusia itu adalah saudara dan setara. Semua manusia itu berasal dari bumi dan akan kembali ke bumi. G.B.P.H. Yudhaningrat mengatakan bahwa selain untuk menghormati tempat yang dianggap suci, nyeker juga dimaksudkan untuk menjaga kesehatan para abdi dalem karena tanah berpasir yang ada di lingkungan Keraton Yogyakarta akan menjadi terapi syaraf tersendiri bagi para abdi dalem.

R.Ay. Sri Kusmiatun selaku keturunan dari Hamengku Buwono ke VII juga menjelaskan bahwa selain itu nyeker juga dilakukan untuk menghormati tempat yang dianggap suci seperti halnya ketika di masjid ada tempatnya untuk melepas sandal disebut juga dengan batas suci. Jika dilihat untuk kesehatan  juga bertujuan untuk menjaga kesehatan para abdi dalem, tidak menggunakan alas kaki itu juga bermakna bahwa para abdi dalem itu dalam keadaan suci atau bersih dan datang dengan maksud baik ketika memasuki area Kasultanan Yogyakarta.

Abdi dalem yang bertugas di tempat lain seperti Gunung Merapi, Parangkusumo, Makam Raja Imogiri, dan Makam Raja Kotagede pun tetap melaksanakan budaya nyeker saat melaksanakan tugasnya. Mas Penewu Surakso Asihono, juru kunci Merapi yang merupakan anak dari Alm. Mbah Maridjan, menuturkan bahwa pada saat melaksanakan upacara labuhan baik di Gunung Merapi maupun Parangkusumo, abdi dalem tetap melaksanakan budaya nyeker. Padahal, medan yang ada di Gunung Merapi cukup terjal dan pasir Pantai Parangkusumo terasa panas di siang hari. Hal ini menandakan bahwa nyeker merupakan bentuk loyalitas abdi dalem terhadap Kasultanan Yogyakarta. Mereka rela tetap nyeker dalam keadaan apapun ketika menjalankan tugasnya.

Dari data yang sudah dikumpulkan dalam penelitan di atas, dapat disimpulkan bahwa nyeker selain sebagai aturan juga merupakan budaya yang sudah ada sejak zaman dulu dan masih berlangsung sampai sekarang ini. Nyeker bukan sesuatu yang asing bagi lingkungan Keraton Yogyakarta karena setiap apa yang dilakukan di Lingkungan Keraton baik bangunan atau upacara adatnya selalu memiliki makna dibaliknya. Seperti halnya nyeker yang mengingatkan bahwa sebagai manusia, kita harus ingat bahwa manusia itu menginjak bumi, berasal dari tanah, makan  dan minum pun juga  berasal dari tanah dan bersikap lemah lembut (lembah manah) terhadap sesama manusia yang lain. Selain itu, nyeker juga dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada tempat yang dianggap suci seperti Karaton Yogyakarta dan menjaga kesehatan. Nyeker juga merupakan suatu bentuk loyalitas abdi dalem terhadap Kasultanan Yogyakarta karena dilaksanakan baik dalam keadaan panas maupun hujan ketika mereka menjalankan tugasnya. (fah/ant)

Label Berita: 
Share/Save

Viewing all articles
Browse latest Browse all 3541

Trending Articles