Pendidikan yang mencerahkan adalah yang berlandaskan pada tiga jenis kecerdasan yaitu kecerdasan akal, emosi, dan spiritual. Guru yang memiliki ketiga jenis kecerdasan ini adalah pendidik yang telah mengalami pencerahan yang akan mencerahkan anak didiknya dengan cara menggali potensi-potensi hebat mereka, menimbulkan kuriositas mereka dengan melangsungkan proses belajar yang menarik, menghibur, dan menyenangkan.
Proses belajar mengajar yang mnecerahkan ini akan menjadi wahana penemuan diri, menjadi proses identifikasi diri dan pemecahan masalah yang dihadapi anak didik, baik itu masalah materi pelajaran maupun kehidupan pribadi mereka. Pendidikan yang mencerahkan adalah yang memberikan anak didik hak-hak belajar mereka dan bukan semata transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga disertai keteladanan dari sang guru yang disaksikan dan dialami langsung oleh anak didik, baik di kelas maupun di ruang publik.
Demikian dikatakan Dr. (HC) Sri Sultan Hamengkubuwono X dalam sambutan dies natalis Universitas Negeri Yogyakarta ke-49 yang berlangsung di Auditorium UNY, Selasa, 21 Mei 2013. Gubernur DIY tersebut menyayangkan karena pendidikan di Indonesia masih jauh dari pencerahan. “Guru-guru masih sedikit yang seperti itu, juga masih banyak orang tua yang memaksakan kehendak,” kata Dr. (HC) Sri Sultan Hamengkubuwono X.
“Hasilnya adalah, anak didik yang membenci pelajaran, meledek cara guru mengajar, dan diam-diam bosan dengan nasihat tentang masa depan yang sudah ditentukan orangtua”. Dr. (HC) Sri Sultan Hamengkubuwono X mengingatkan, bagaimana murid bisa berkembang jika berpikir atau berkata sedikit saja “di luar batas” atau think out of the box, guru langsung mengecapnya sebagai anak nakal. Atau orangtua yang tidak memberi perhatian namun malah mendikte. Ini hanyalah beberapa masalah yang sekiranya pantas menjadi perhatian para pendidik yang berada di universitas yang berfungsi sebagai LPTK.
Dalam sambutannya, Rektor UNY, Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., M.A., mengatakan bahwa dalam usianya yang hampir mendekati setengah abad ini, UNY semakin memantapkan dirinya untuk menuju World Class University yang dilandasi nilai-nilai ibadah dan kekhalifahan, serta keunggulan lokal. Pada tahun 2025 UNY memiliki visi menjadi universitas kependidikan kelas dunia berlandaskan ketaqwaan, kemandirian, dan kecendekiaan. Visi ini dengan penuh kesadaran dimaksudkan untuk menghasilkan insan yang berkarakter (insan beragama dan insan berjati diri Indonesia).
“Dies natalis UNY ke-49 mengambil tema ‘Pendidikan untuk Pencerahan dan Kemandirian Bangsa’ yang memiliki message bahwa pendidikan yang harus kita bangun adalah pendidikan yang mampu memberikan pencerahan pikiran dan hati. Demikian juga pendidikan diharapkan mampu memberikan pencerahan hati kita, sehingga insan terdidik mampu menunjukkan sikap dan perilaku yang menyenangkan bagi orang lain, bukan perilaku yang mengganggu, apalagi perilaku yang bersifat destruktif,” kata Rektor UNY.
Pidato dies natalis tahun 2013 ini disampaikan oleh dosen FIP UNY, Sumarno, M.A., Ph.D. yang menyebutkan bahwa kehidupan bangsa ini nampaknya bermasalah di mana beberapa indikator menunjukkan ketertinggalan dibandingkan dengan bangsa lain, termasuk ketertinggalan pendidikan dengan berbagai konsekuensinya. Proliferasi dan akselerasi problem pendidikan jauh melampaui kapabilitas untuk menyelesaikannya. “Oleh karena itu, diperlukan pembenahan yang mendasar agar bangsa ini berhasil memberdayakan dirinya untuk membangun peradaban bangsa yang lebih unggul,” tutupnya. (dedy)