Kisah sarjana mengajar di daerah terdepan terluar dan tertinggal (SM3T) selalu menyajikan beragam cerita. Salah satunya adalah Riyan Waskito, guru SM3T UNY yang ditempatkan di Sambas, Kalimantan Barat. Alumni prodi Pendidikan IPS Fakultas Ilmu Sosial UNY tersebut mengatakan bahwa jalan menuju tempat pengabdiannya di SMP Negeri 5 Satu Atap Galing, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat cukup parah yaitu jalan tanah yang akan menjadi becek dan licin bila hujan. Ketika hujan jalan tersebut sangat susah dilalui, bahkan ketika pada puncak musim penghujan, jalan sama sekali tidak dapat dilalui karena berubah seperti sawah. “Saat musim hujan ini kami sulit mendapat sayur atau daging karena pedagang tidak bisa ke Galing” kata Riyan. Warga juga tidak bisa ke pasar, karena jarak yang memakan waktu sampai satu jam. Sehingga ketika sudah memasuki musim penghujan, masyarakat memakan sayur yang tersedia di sekitar mereka. Seperti pakis, daun singkong, dan lain sebagainya.
Di sekolah ini Riyan Waskito mengajar IPS di kelas VIII dan IX serta Bahasa Indonesia di kelas VII. Jumlah siswa hanya 50 orang dimana terdapat 11 orang lelaki dan 39 perempuan. “Yang membuat saya betah mengajar di sini karena para siswa sangat antusias dengan kedatangan kami” ujarnya. Selain mengajar di sekolah, Riyan tidak melupakan tugas untuk bermasyarakat. Dia tinggal di Desa Parit Kongsi, Kecamatan Galing, Kabupaten Sambas. Menurutnya, tidak banyak kesulitan dalam beradaptasi di sini karena mayoritas masyarakat muslim, namun juga banyak anjing berkeliaran baik itu peliharaan maupun liar. Sebagian besar masyarakat Galing bermata pencaharian sebagai petani karet dan lada. “Harga lada di sini cukup mahal yaitu Rp. 170.000 per kilogram” kata Riyan “Inilah yang membuat masyarakat berbondong-bondong menanamnya”. Konon ada salah satu warga yang ketika panen lada tahun lalu bisa mengumpulkan uang sekitar 100 juta, sehingga wajar jika pohon karet di sini dibakar dan diganti dengan lada. Kehidupan masyarakat yang mudah mencari uang, baik itu dari lada maupun getah karet tidak membuat masyarakat menjadi orang yang lupa dengan tetangga. Masyarakat masih sangat menghargai tetangga dan masih memegang teguh gotong royong yang hampir setiap minggu diadakan. Gotong royong yang dilakukan masih berkisar tentang jalan, karena jalan di sini masih sangat parah. (dedy)