Stage Tari Tedjakusuma FBS UNY, Senin (7/12/2015), sejumlah pelakon naik panggung dengan suasana sebuah rumah makan tahun 1950-an. Para pelakon lelaki itu, ditaut oleh seorang gadis pelayan rumah makan yang anggun. Mereka datang bukan bermaksud untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya, melainkan keperluan hatinya. Sebab, pelayan rumah makan itu bagai bunga, dicintai banyak orang karena kecantikannya.
Dengan mementaskan naskah drama tahun 1948 karya Utuy Tatang Sontani, tubuh pelayan itu dibalut kemeja ungu khas pelayan modern pada masanya. Rok dengan ditaburi gambar bunga yang berdasar pada kain putih sepanjang tumit. Kemudian, rambut pelayan itu digelung rapi bercirikan wanita Jawa. Pelayan itu ialah bernama Ani.
Ani dengan ramah mempermainkan bibir kepada semua pelanggan yang datang ke rumah makan itu. Memang, ia menyadari kalau kecantikannya itu yang menarik semua pengunjung lelaki. Ia juga menyadari bahwa ia telah diperbudak oleh majikannya. Sebab, kecantikannya dan piawaiannya menarik pelanggan, ia diperkerjakan di rumah makan bernama Sambara.
Adalah Karnaen, anak tuan Sudarma pemilik rumah makan Sambara. Kernaen juga menjadi salah satu orang yang mencintai Ani. Akan tetapi, Ani telah mempunyai tambatan hati yang lain, yaitu Suherman seorang tentara. Karnaen yang mengetahui hal tersebut, tidak menyusutkan hatinya. Ia justru lebih gencar untuk mendapatkan hati Ani.
Dalam cerita ini, muncul seorang lelaki pelancongan ke rumah makan Sambara. Ia datang juga bukan untuk berbelanja, namun berbeda dengan lelaki lainnya ia justru datang hanya untuk mengadakan permusuhan. Ialah bernama Iskandar, sering kembali ke rumah makan Sambara untuk mengganggu dan menghina Ani. Hal tersebut dimanfaatkan Karnaen untuk tampil sebagai pahlawan di mata Ani. Sehingga Karnaen berkelahi dengan Iskandar sampai adu hantam.
Pada akhir cerita, Ani justru menilai bahwa kebenaran ada pada Iskandar. Bahwa apa yang dihinakan Iskandar terhadapnya adalah sebuah kejujuran. Tentang ia yang dimanfaatkan dan diperbudak majikannya hanya untuk menarik pelanggan. Atas kejujuran itu, Iskandarlah yang dipilih Ani sebagai pendamping hidup.
Selama 1 jam lebih para pelakon menguasai panggung dengan berdialog naskah berjudul Bunga Rumah Makan karya Utuy Tatang Sontani. Mereka saling berbagi pengalaman yang sama, pengalaman pertama kali menjadi pelakon dalam pertunjukan drama. Mereka membagi rasa yang sama, mendalami karakter yang dimunculkan oleh pengarang pada lakon masing-masing.
Cerita ini merupakan salah satu cerminan kecenderungan pemikiran-pemikiran pengarangnya yang identik sangat rasional (penganut paham materialisme, red.). Utuy, menolak kekolotan dan menentang idealisme-idealisme yang tidak realistis tetapi juga dikenal sebagai penulis yang humanis. Dalam beberapa karya-karyanya, termasuk naskah Bunga Rumah Makan Utuy mencibir moralitas dan dogma agama, yang dimunculkan lewat tokoh-tokoh ustad. Utuy juga menentang dan melakukan pembelaan terhadap tokoh-tokoh yang mengalami eksploitasi, menjadi korban ketidakadilan yang dilakukan oleh orang-orang kaya.
Lakon-lakon tersebut menggarisbawahi dampak-dampak psikologis orang-orang marjinal akibat tekanan dan himpitan materi tetapi di sisi lain, juga menegaskan pentingnya harkat kemanusiaan. Oleh sebab itu, para pelakon memiliki tanggung jawab untuk memunculkan pesan itu. Pesan yang sengaja dimunculkan tidak tersirat oleh sang pengarang.
Pementasan naskah Bunga Rumah Makan karya Utuy ini dipentaskan oleh Teater Baruna. Teater Baruna adalah mahasiswa Sastra Indonesia kelas A semester 5. Ia merupakan salah satu bagian dari parade teater 2015. Adapun selain Teater Baruna, yang termasuk dalam parade teater yaitu Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) dan Prodi Sastra Indonesia (Sasindo) dengan nama teater Amurti, Brahmastra, dan Atlas. Untuk memenuhi tugas akhir Kajian Drama, dosen pengampu mata kuliah tersebut menugaskan semua mahasiswanya untuk mempertunjukkan drama. (Ali Zuhdi)