“Masyarakat Ternate selama ini dikenal sebagai masyarakat berbasis Islam. Semestinya diharapkan memiliki tingkat penghargaan dan pemahaman terhadap nilai-nilai agama yang tinggi baik terhadap sesama maupun orang lain. Akan tetapi dengan mudahnya unsur kepentingan untuk mempertahankan hegemoni kekuasaan secara historis sehingga menjadi pemicu konflik sosial mengatasnamakan agama,” tutur dosen PGSD Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Drs. Umar M. Sadjim, M.Pd.I., dalam sidang terbuka promosi Doktor, Jumat (11/12/2015) di Program Pascasarjana (PPs) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Dalam kesempatan tersebut, Umar menyampaikan disertasinya yang berjudul “Revitalisasi Nilai-Nilai Bhinneka Tunggal Ika (BTI) dan Kearifan Lokal Berbasis Learning Society Pasca Konflik Sosial di Ternate” dengan ketua sidang Direktur PPs UNY, Prof. Dr. Zuhdan K. Prasetyo, M.Ed.
Konflik sosial berdampak pada memudarnya social cohesion dalam masyarakat, khususnya subyek didik, yang tercermin dari rasa saling tidak percaya, pre-judice, tingginya emosional masyarakat, dan renggangnya sikap toleransi. Selain itu, berdampak pula terhadap lemahnya konsensus bersama dan spirit nilai-nilai BTI serta kearifan lokal yang secara historis telah berurat akar di masa kerajaan Ternate serta yang dapat membingkai resources kemajemukan masyarakat menjadi tergerus dan memudar.
“Dikhawatirkan akan hilangnya spirit nilai-nilai keBhinnekaan dan keTunggal Ikaan dan nilai kearifan lokal dalam kehidupan kemajemukan masyarakat serta interaksi sosial, maka usaha dalam bentuk revitalisasi atas nilai-nilai tersebut patut dan segera untuk dilaksanakan. Sehingga nilai tersebut sebagai habitus dapat membentuk sikap dan perilaku masyarakat,” ujar Umar.
Dalam penelitiannya, Umar menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan post postivisme phenomenologi interpretif. Subjek penelitian adalah masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, pekerja media, dan guru serta pejabat pemerintah pada empat kecamatan di kota Ternate. Objeknya adalah nilai kearifan lokal yang koheren dengan nilai BTI.
Hasilnya bahwa pengembangan nilai BTI dan kearifan lokal direvitalisasi melalui konsensus bersama seluruh stakeholder, reinternalisasi melalui jalur schooling, Learning Society, dan jalur Society. Nilai kearifan lokal terdiri atas nilai filosofi, pendidikan sosial kemasyarakatan, ritual keagamaan, dan nilai kebangsaan. “Penghimpunan berbagai etnis dalam paguyuban dan Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) sebagai upaya untuk mempermudah koordinasi dan tokoh panutan dalam Forum Kerukunan antar Umat Beragama (FKUB),” kata Umar.
Sementara “Revitalisasi” yang diusulkan Umar penting untuk dilaksanakan pasca konflik sosial karena tingkat kepercayaan antar umat beragama sangat rendah, tingginya semangat primordial dan fanatisme etnis, menurunnya kesadaran berbudaya, dan melemahnya nilai-nilai kearifan lokal.
“Bagi pemkot Ternate dalam perencanaan pembangunan daerah perlu memperhatikan nilai-nilai kearifan lokal. Selain itu, diperlukan peraturan atas bangunan yang memiliki nilai historis sebagai wujud dari historical awareness. Sedangkan bagi pemangku adat kesultanan Ternate, perlu melakukan sosialisasi atas nilai kearifan lokal, dan mengawalnya,” saran Umar.
Sidang promosi doktor ini digelar dengan tim Promotor: Prof. Dr. Noeng Muhadjir, FX. Sudarsono, Ph.D., dan penguji: Prof. Dr. Djoko Suryo, Prof. Dr. Abdul Gafur, serta sekretaris penguji Dr. Dwi Siswoyo, M.Hum. Umar M. Sadjim pun berhasil meraih gelar Doktor dalam bidang Ilmu Pendidikan dengan predikat Cumlaude. Dr. Umar M. Sadjim merupakan doktor ke-298 yang telah diluluskan PPs UNY. (Rubiman)