Quantcast
Channel: Universitas Negeri Yogyakarta - Leading in Character Education
Viewing all articles
Browse latest Browse all 3541

DEMI CACI, DUA JAM BERJALAN KAKI

$
0
0

Caci merupakan salah satu acara adat yang hanya digelar sekali dalam setahun di Flores. Salah satu yang beruntung dapat menyaksikannya adalah Supriyati, guru Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan Terluar dan Tertinggal (SM3T) UNY yang tinggal di Desa Kuwuk, Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada, Flores Nusa Tenggara Timur. Upacara Caci dilaksanakan di Desa Taen Terong yang bertetangga dengan Kuwuk.

Supriyati berangkat bersama Fidel dan Ester, guru sekolah setempat, menempuh perjalanan selama dua jam berjalan kaki melalui sawah yang gersang karena musim kemarau di bawah terik matahari. “Sesampainya di Taen Terong, kami disambut oleh orang tua salah satu siswa,” kata Supriyati.

Saat bebunyian kendang terdengar berarti acara Caci akan segera dimulai, alumni Prodi Pendidikan Geografi FIS UNY tersebut segera keluar rumah dan menyaksikannya. Tarian ini dimainkan hanya saat musim-musim tertentu seperti syukuran musim panen, ritual tahun baru, upacara pembukaan lahan, menyambut tamu penting, atau upacara adat besar lainnya. Gadis yang akrab dipanggil Upik tersebut mengisahkan bahwa tarian caci adalah tari perang sekaligus permainan rakyat sepasang penari laki-laki dengan menggunakan cambuk yang terbuat dari kulit kerbau atau sapi sebagai aksesori.

Selain itu juga digunakan perisai sebagai tameng untuk menangkis. Keduanya menjadi senjata andalan yang digunakan pada tiap sabetan saat bertarung dengan lawan. “Tarian ini mengandung makna ujian keberanian bagi laki-laki,” kata Upik. “Tiap gerakannya bermakna kejantanan bagi penarinya.”

Para penari bertelanjang dada, hanya ditutup dengan pelindung saja. Pinggang bagian belakangnya dipasang untaian giring-giring yang menghasilkan bunyi setiap penari melakukan gerakan. Topeng atau hiasan kepala dibuat dari kulit kerbau yang keras berlapis kain warna-warni. Hiasan kepala berbentuk seperti tanduk kerbau ini dipakai untuk melindungi wajah dari pecutan. Wajah ditutupi kain destar sehingga masih bisa melihat arah gerakan dan pukulan lawan. Bagian kepala dan wajah pemain hampir seluruhnya tertutup hiasan kepala dan kain destar yang dililit ketat disekeliling wajah dengan maksud melindungi wajah dan mata dari cambukan.

Seluruh kulit tubuh pemain sah sebagai sasaran cambukan, kecuali bagian tubuh dari pinggang ke bawah yang ditandai sehelai kain yang menjuntai dari sabuk pinggang. Kulit bagian dada, punggung dan lengan yang terbuka adalah sasaran cambuk. Walaupun gadis kelahiran Sleman 6 Januari 1990 itu agak miris melihatnya, namun caci merupakan media pembuktian kekuatan seorang laki-laki. Luka-luka akibat cambukan itu dikagumi sebagai lambang maskulinitas. “Perjalanan jauh selama dua jam tak sia-sia, Indonesia mempunyai banyak kekayaan budaya yang perlu dilestarikan,” tutup Upik. (dedy)

Label Berita: 

Viewing all articles
Browse latest Browse all 3541

Trending Articles