Perempuan dalam politik mendapat afirmasi melalui UU No 12 tahun 2003 tentang Partai Politik. Dalam pasal 65 ayat (1) parpol diminta untuk mencalonkan 30% perempuan dalam Pemilu. Namun, walau telah dua kali dilangsungkan pemilu dengan kebijakan affirmative action bagi perempuan dalam politik, 30% keterwakilan perempuan di lembaga DPR masih belum terwujud.
Sejalan dengan hal tersebut, Pusat Penelitian Wanita & Gender LPPM UNY menyelenggarakan acara “Studi Publik Strategi Caleg Perempuan dalam Pemenangan Pemilu 2014” di R. Sidang Lt. 2 Gedung LPPM UNY, Karangmalang, Yogyakarta, Sabtu (13/4/2013). Acara dihadiri sekitar 70 peserta yang didominasi kaum perempuan dari berbagai latar belakang profesi. Kegiatan ini adalah sarana mendiskusikan peran perempuan dalam politik, sebab keterlibatan perempuan dalam dalam politik di Indonesia saat ini sangatlah sedikit, bahkan belum mencukupi.
Acara dibuka oleh Sekretaris Puslit Wanita & Gender LPPM UNY, M. Lies Endarwati, M.Si., mewakili LPPM UNY. Dalam kesempatan ini Lies menyampaikan bahwa perempuan harus bisa tampil terdepan dalam berpolitik, sebab peran perempuan dalam politik di Indonesia sangatlah sedikit. Oleh karenanya, dengan diskusi publik ini diharapkan menumbuhkan semangat baru bagi caleg dari kaum perempuan untuk menatap Pemilu 2014 mendatang. Hadir sebagai narasumber kegiatan ini Dr. Nahiyah J. Faraz, M.Pd. dan Sumbo Tinarbuko.
Menurut Nahiyah J. Faraz, dosen Fakultas Ekonomi UNY yang aktif dalam kegiatan perempuan ini, banyak hambatan partisipasi perempuan dalam berpolitik di antaranya: hambatan ideologi dan psikologi (stereotype, partriarkhi, bias gender), hambatan sebagai sumber daya manusia (politik maskulin, pendidikan rendah, minimnya akses), hambatan kelembagaan dan struktural, dan hambatan dana.
“Dilihat dari berbagai macam hambatan tadi muncul gagasan dan strategi politik supaya peran perempuan terlihat nyata, antara lain dengan meningkatkan keterwakilan perempuan di partai politik. Perempuan di partai politik diusahakan sekeras mungkin berada pada pengurus harian, ketua atau sekretaris, melakukan terobosan ke pusat-pusat kekuasaan berupa lobi-lobi khusus pada pimpinan teras partai, eksekutif, legeslatif, dan yudikatif. Selain itu, perempuan harus bisa memperluas lingkup keterlibatan perempuan pada tingkat akar rumput dari gerakan perempuan,” tambahnya.
Sementara itu, Sumbo Tinarbuko, konsultan Komunikasi Visual dan dosen Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Program Pascasarjana ISI Yogyakarta ini, mengungkapkan pendapatnya dalam diskusi ini. Jika seseorang terjun ke politik dan ingin dikenal publiknya, dia harus kerja keras. Hasil kerja keras itulah yang akan menggangkat namanya kelak. Mereka harus mulai bekerja sejak sekarang untuk Pemilu 15—20 tahun mendatang.
“Cara promosi paling efektif adalah dari mulut ke mulut. Beriklan itu penting, karena sama dengan berinvestasi. Beriklan tidak sama dengan cara kerja petani yang menanam padi lantas 3—4 bulan panen. Beriklan politik seperti menanam jati, lama dan perlu dirawat,” tambahnya.
Acara ditutup oleh ketua LPPM UNY, Prof. Dr. Anik Ghufron, M.Pd. Beliau menyampaikan acara ini berjalan sukses, terlihat dari hasil diskusi yang beliau amati. (Ags)