Ketika nilai-nilai positif dan pencarian akan makna dan tujuan ditempatkan pada inti pendidikan, maka pendidikan sendiri menjadi bernilai. Pembelajaran akan meningkat terutama ketika muncul di dalam masyarakat belajar yang berbasis nilai, di mana nilai-nilai dikomunikasikan melalui pengajaran berkualitas, dan pembelajar membedakan konsekuensi, bagi mereka sendiri, orang lain dan dunia luas, membedakan tindakan yang berdasarkan dan tidak berdasarkan nilai-nilai. Agar memungkinkan adanya suasana belajar yang berdasarkan nilai, para pendidik tak hanya diharapkan memiliki latar belakang pendidikan pengajar yang berkualitas dan pengembangan diri dalam hal profesi secara terus menerus, mereka juga butuh dianggap bernilai, dirawat dan dipedulikan di dalam lingkup masyarakat belajar.
Demikian dikatakan Christopher Drake dari Association for Living Values Education, Hong Kong dalam 3rd International Conference On Educational Research and Innovation (ICERI) 2015. Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari di Training Center Hotel UNY pada Rabu—Kamis, 6—7 Mei 2015. Lebih lanjut, Christopher Drake menjelaskan bahwa pendidikan nilai bukan sekadar mata pelajaran dalam kurikulum. “Yang terutama adalah pedagogi,” katanya. “Yaitu falsafah pendidikan dan cara yang mengilhami serta mengembangkan nilai-nilai positif di dalam kelas.”
Menurutnya, pengajaran berdasarkan nilai-nilai dan refleksi terpandu mendukung proses pembelajaran sebagai sebuah proses pemberian makna, memberi kontribusi bagi pengembangan cara berpikir kritis, imajinasi, pemahaman, kesadaran diri, keterampilan intrapersonal dan interpersonal serta mempertimbangkan orang lain. Inti konsep pendidikan dalam Living Values Education adalah memandang seseorang sebagai manusia utuh yang berpikir, merasa, menilai, berbeda secara budaya tetapi juga bagian dari satu keluarga dunia. “Karena itu pendidikan harus peduli pada kesejahteraan akal budi, emosi, spiritual, dan fisik seseorang,” simpul Christopher Drake
ICERI 2015 dibuka oleh Wakil Rektor IV UNY, Prof. Suwarsih Madya, Ph.D. dan diikuti oleh lebih dari 200 orang dosen, peneliti, guru, dan mahasiswa. Menurut ketua panitia ICERI 2015, Prof. Dr. Sri Atun, dalam konferensi ini peserta dapat berdiskusi tentang penelitian dan etika penelitian sekaligus meneliti tentang pendidikan karakter, inovasi pembelajaran sejalan dengan kebijakan pendidikan. “Harapan ke depannya hasil konferensi ini dapat memberikan rekomendasi untuk dapat membuat penelitian yang bermanfaat untuk kesejahteraan umat manusia,” kata Prof. Dr. Sri Atun.
Pemakalah lainnya yaitu Dr. Elizabeth Hatnell-Young dari Australian Council for Educational Research, Australia yang mengatakan bahwa etika berlaku pada semua tahap proses penelitian dan dibutuhkan peneliti untuk mempertimbangkan perilaku, menangani peserta serta bagaimana data dikumpulkan, disimpan, dan ditulis. Menurutnya, etika dalam proses penelitian adalah melalui identifikasi masalah, perencanaan metode, pengumpulan data, analisa data, dan membuat kesimpulan. Baik itu bertujuan untuk menemukan solusi masalah mengajar, untuk berkontribusi pada masyarakat yang lebih baik atau untuk menyelesaikan persyaratan belajar, pertimbangan etis relevan di seluruh penelitian pendidikan. (Dedy)