Suraban adalah salah satu guru SM3T (Sarjana Mendidik di Daerah Tertinggal, Terluar, dan Terdepan) LPTK UNY yang dikirim ke provinsi ujung timur Indonesia. Dia ditempatkan di P2 Satap SMPN VIII Kotaip, Distrik Oklip, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua bersama 3 guru SM3T lainnya. Distrik ini merupakan distrik paling timur Papua yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini. Suraban dan teman-temannya merupakan angkatan ke-1 UNY yang mengirimkan peserta SM-3T ke Provinsi Papua.
Kondisi alam Oklip sangat memanjakan mata. Rerimbun pohon, bukit-bukit yang tinggi dan gemercik suara air mengalir dari dalam perut bumi menambah sejuk dan tenangnya suasana alam di daerah Oklip. Banyaknya mata air yang bermunculan menandakan bahwa betapa melimpahnya kandungan air di dalam bumi ini. Disetiap mata memandang terdapat petak-petak tanah yang berubah menjadi kumpulan hijau karena suburnya tanaman. Pengelolanya adalah orang-orang tua dan bahkan anak-anak kecil yang berwajah lugu namun selalu tersenyum lepas apabila disapa.
Menurut warga Turi Sidorejo Ponjong Gunungkidul tersebut, minimnya informasi tentang keluarga berencana membuat sebagian masyarakat mempunyai anak yang jumlahnya lebih dari 5. “Miris melihat bocah-bocah kecil menangis meminta makan” kata Suraban. “Makanan yang mudah dicari serta mudah didapat hanyalah boneng (ubi tanah) yang juga salah satu makanan pokok masyarakat setempat.” Di Oklib pasokan beras Bulog dari pemerintah tidak tentu datangnya, dan jika harus membeli beras harganya sangat mahal. Beras dengan kualitas biasa dijual Rp. 50.000/liter, harga yang sangat tidak cocok dengan sebagian masyarakat yang hanya bekerja sebagai petani, namun ini merupakan imbas dari biaya transportasi angkut barang dagangan yang cukup tinggi karena menggunakan pesawat.
Hal lain yang lebih memprihatinkan adalah tidak sedikit anak yang putus sekolah bahkan banyak anak yang tidak pernah merasakan bangku sekolah. Alasannya karena para orang tua takut biaya sekolah mahal dan tidak cukup uang untuk membeli buku dan pulpen. Sungguh hal yang sangat disayangkan, anak-anak yang sebenarnya mempunyai otak cerdas dan dapat membangun kemajuan bangsa namun tidak dapat diasah karena tidak mendapat pendidikan seperti yang diharapkan.
Pria kelahiran Gunungkidul, 07 Juli 1990 tersebut mengatakan bahwa untuk menuju Oklip hanya ada pesawat kecil yang dapat masuk ke daerah tersebut karena tidak ada akses jalan raya. Tidak ada listrik, hanya ada beberapa orang yang menggunakan panel surya dengan lampu yang hanya dapat menyala beberapa jam saja. Sinyal telepon pun tidak dapat menjangkau daerah tersebut. Dari semua keterbatasan yang ada ternyata masih ada benih harapan masa depan yang akan mengubah masyarakat daerah Oklip akan menjadi lebih baik lagi.
“Benih-benih tersebut adalah anak-anak yang mau mengenyam bangku Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama,” kata Suraban. Semangat para siswa terlihat dari keseriusan dalam belajar dan kemauan untuk datang ke sekolah. Alumni prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta tersebut bercerita bahwa ada beberapa siswa SMP yang harus berjam-jam jalan kaki karena jarak rumah dengan sekolahnya sangat jauh. Bila cuaca sedang bersahabat mereka berangkat dari rumah pukul 04:00 pagi dan sampai di sekolah pukul 07:30 WIT, karena di daerah yang ditempati cuacanya sangat tidak menentu.
“Pergantian musim pun tidak dihitung oleh bulan, tapi dalam hitungan hari cuaca sudah berubah” katanya. Dalam satu minggu bisa terjadi cuaca panas dan angin kencang selama dua hari serta tiga hari hujan lebat, belum lagi kendala kabut tebal karena Kabupaten Pegunungan Bintang terletak pada ketinggian 3.500 meter di atas permukaan laut.
Oleh karenanya, Oklib sering disebut distrik di atas awan. Dari alam para siswa banyak belajar dan dengan alam mereka dapat bertahan hidup. “Semoga dengan adanya guru-guru SM-3T di daerah-daerah tertinggal, Indonesia dapat menjadi negara yang mempunyai sumber daya manusia yang lebih berkualitas dan dapat mengalami peningkatan dalam berbagai hal pembangunan,” tutup Suraban. (dedy)