Biologi merupakan salah satu bidang sains yang memiliki muatan berupa sikap ilmiah, proses ilmiah, dan produk ilmiah. Salah satu wahana untuk pembelajaran mahasiswa Biologi dalam mengelola praktikum dan observasi di lapangan adalah studi ekskursi.
Hal tersebut yang dilakukan Siti Efiyati, Arellea Revina D, Novita Setyawati, dan Mardentri Rahma mahasiswa Biologi yang dilaksanakan 20—24 November 2014 di pulau Bali, tepatnya di Taman Nasional Bali Barat. Taman Nasional Bali Barat memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Lebih dari 160 spesies flora dan fauna, yang beberapa diantaranya terancam punah. Taman Nasional Bali Barat juga memiliki jenis ekosistem yang unik, yaitu perpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem laut.
Dalam kegiatan kali ini, jelas Efiyati, pengamatan difokuskan pada spesies endemik yang ada di pulau Bali yaitu burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi). Burung Jalak Bali merupakan satwa endemik yang hanya ditemukan di bagian barat pulau Bali. Jalak Bali dilindungi secara nasional dalam surat Keputusan Menteri Kehutanan No.421/Kpts/8/1970 dan diperkuat oleh UU No.5 tahun 1990 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa.
Jalak Bali memiliki ciri dan karakteristik yang khas yaitu bulu berwarna putih bersih, kecuali bulu pada ekor dan ujung sayapnya yang berwarna hitam. Mata berwarna coklat tua, daerah sekitar kelopak mata berwarna biru tua dan tidak berbulu. Burung Jalak Bali mempunyai jambul, baik pada jantan maupun betina. Jalak Bali mempunyai kaki berwarna abu-abu biru dengan empat jari jemari (satu ke belakang dan tiga ke depan). Paruhnya runcing dan mempunyai panjang dua hingga lima sentimeter dengan bentuk yang khas dimana pada bagian atasnya terdapat peninggian yang memipih tegak. Warna paruh abu-abu kehitaman dengan ujung berwarna kuning kecoklat-coklatan.
Jalak Bali ditemukan di ekosistem hutan musim di Taman Nasional Bali Barat, atau juga dapat ditemukan di penangkaran Jalak Bali di Tegal Bunder, Taman Nasional Bali Barat. Akan tetapi, populasi Jalak Bali sekarang mulai berkurang, hal ini disebabkan faktor lingkungan yang menekan pertumbuhan populasi jalak Bali sangat kuat jika dibandingkan dengan daya tahan pertumbuhannya.
Di samping faktor fisik, lanjut Efiyati, masyarakat yang bermukirn di sekitar atau di dalam Taman Nasional juga dapat menentukan kondisi kelestarian jalak Bali. Mereka memasuki hutan untuk mengambil kayu, buah, daun, rumput, ikan, menggembalakan ternak bahkan berburu satwaliar termasuk jalak Bali.
“Untuk mengatasi masalah jalak Bali ini diperlukan suatu implementasi pengelolaan yang diraneang sesuai dengan kondisi bio-ekologis Jalak Bali, keadaan fisik kawasan, dan berbagai tekanan masyarakat. Raneangan konservasi alam seharusnya dibuat untuk kepentingan melestarikan spesies dan ekosistem,” tambahnya. (Witono)