Prestasi olahraga nasional Indonesia pada dasawarsa terakhir ini berada dalam posisi yang memrihatinkan dan cenderung tertinggal dibandingkan dengan negara lain di dunia termasuk di kawasan Asia Tenggara. Hal ini dapat dilihat dari perolehan medali dan capaian peringkat kontingen Indonesia dalam event SEA Games, Asian Games, maupun Olympic Games, yang masih jauh dari harapan. Kebugaran kondisi fisik merupakan bagian terpenting dalam semua cabang olahraga, terutama untuk mendukung aspek-aspek lainnya, seperti teknik, taktik, dan mental.
Kondisi fisik sangat menentukan untuk mendukung tugas atlet dalam pertandingan agar dapat tampil secara maksimal. Latihan kondisi fisik haruslah direncanakan secara baik, jelas dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani, sehingga memungkinkan atlet untuk mencapai prestasi yang lebih baik. Tingkat kebugaran jasmani setiap cabang olahraga memiliki tuntutan yang berbeda, sesuai dominasi biomotor dan sistem energi yang diperlukan. Demikian diungkapkan Prof. Dr. Tomoliyus, M.S. dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar dalam bidang Ilmu Pendidikan Kepelatihan Fisik Olahraga pada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta.
Pidato berjudul “Strategi Latihan Kondisi Fisik untuk Mencapai Prestasi Olahraga Optimal” itu dibacakan di hadapan rapat terbuka Senat UNY di Ruang Sidang Utama Rektorat UNY, Rabu, 8 Oktober 2014. Prof. Dr. Tomoliyus, M.S. merupakan guru besar UNY ke-125. Lebih lanjut lulusan Doktor Pendidikan Olahraga Program Pascasarjana Universitas Negeri Semarang tersebut menjelaskan bahwa faktor-faktor latihan olahraga untuk menuju ke prestasi tinggi digambarkan seperti piramida yang terdiri atas empat tingkatan dimulai dari tingkat dasar: physical training, technical training, tactical training dan tingkat tertinggi mental training.
“Latihan fisik merupakan faktor yang sangat penting sebagai fondasi untuk membangun teknik yang sempurna, strategi dan taktik yang tinggi, serta membangun faktor mental yang tangguh,” katanya.
Menurut pria kelahiran Mojokerto, 18 Juni 1957 tersebut, fakta empiris menunjukkan bahwa hasil tes pada atlet Indonesia yang akan mengikuti suatu kompetisi sebagian besar tingkat kebugaran jasmaninya masih di bawah standar jika dibandingkan dengan atlet-atlet dari negara maju. Pemain tim nasional sepak bola tingkat kebugaran jasmaninya, khususnya komponen VO2 Max (kapasitas maksimal tubuh dalam menyalurkan dan menggunakan oksigen selama olahraga berintensitas tinggi) nilai tertinggi 60 mililiter per berat badan dalam kilogram per menit (ml/kg/min) sedangkan lainnya berada di bawah 60 ml/kg/min.
“Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata VO2 Max pemain klub sepak bola Eropa yakni di atas 70 ml/kg/min,” ungkap Prof. Dr. Tomoliyus, M.S. “Bahkan Cristiano Ronaldo memiliki VO2 Max 75 ml/kg/min dan Neymar memiliki VO2 Max 73 ml/kg/min.”
Bukti lain menunjukkan bahwa kondisi fisik atlet daerah lebih rendah daripada atlet nasional. Oleh karena itu, dalam strategi latihan kondisi fisik memerlukan perencanaan yang baik, pelatih yang kompeten, sarana prasarana yang memadai, implementasi program latihan, budaya disiplin dan belajar-berlatih serta pemantauan dan penilaian proses latihan.
Prof. Dr. Tomoliyus, M.S. menyimpulkan bahwa untuk pencapaian prestasi yang optimal harus disadari pentingnya kondisi fisik atlet yang optimal sesuai dengan cabang olahraga, karena kondisi fisik merupakan fondasi dari latihan teknik, taktik, dan mental. “Untuk menjadi ahli pelatih kondisi fisik suatu cabang olahraga, seseorang terlebih dahulu harus menguasai pengetahuan dan keterampilan cabang olahraga tersebut,” tutup Prof. Dr. Tomoliyus, M.S. (dedy)