Pernikahan dini di Gunungkidul dari tahun ke tahun kian meningkat. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah pengajuan dispensasi menikah di Pengadilan Agama Wonosari. Dari data tahun 2011, terdapat sebanyak 145 pemohon dispensasi menikah untuk wanita usia di bawah 16 tahun dan laki-laki di bawah 19 tahun. Pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi 172 pemohon. Salah satu penyumbang angka pernikahan dini tertinggi di Gunungkidul adalah Kecamatan Tepus. Dari 172 pemohon pada tahun 2012, 94 pemohon sendiri berasal dari kecamatan ini. Rata-rata yang mengajukan permohonan tersebut merupakan siswa-siswi yang duduk di kelas II SMP hingga kelas II SMA.
Maraknya pernikahan dini tersebut tak lepas dari pergaulan bebas di kalangan remaja serta pengaruh lingkungan. Pola pikir yang terjadi di masyarakat, merupakan hal yang sangat mendasar mempengaruhi tingginya angka pernikahan dini. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul mengimbau kepada masyarakat setempat mengubah pola pikir tentang menikah di usia dini supaya kualitas hidup meningkat.
Oleh karena itu, salah satu tim Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKM-M) UNY yang diketuai Riqi Astuti (Pend. Akuntansi 2012) berinisiatif membuat Program Kreativitas Mahasiswa “Gerakan Siap Menikah (GSM) sebagai Upaya Menurunkan Angka Pernikahan Dini di Dusun Blekonang, Tepus, Gunungkidul” sebagai langkah memberikan pengetahuan dan solusi konkret untuk mengatasi hal tersebut. Tim yang dibimbing Setyabudi Indartono, Ph.D. yang juga Ketua Jurusan Manajemen FE UNY ini beranggotakan Karyati (Pend. Akuntansi 2012), Gede Sangu Gemi, Ridwan Budiyanto, dan Ingge Septia Cahyadi, masing-masing dari Fakultas Teknik, Fakultas Ilmu Pendidikan, dan Fakultas MIPA. Tim ini berhasil lolos seleksi untuk maju ke ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-27 di Universitas Diponegoro, Semarang, 25—29 Agustus ini.
Program PKM ini dimaksudkan untuk membentuk Komunitas Gerakan Siap Menikah (GSM) di Dusun Blekonang, Tepus yang beranggotakan remaja usia SMP–SMA dan kurang dari 25 tahun yang belum menikah. Komunitas tersebut dibentuk dengan tujuan untuk melakukan pencerdasan terhadap diri sendiri dan masyarakat mengenai persiapan-persiapan sebelum menikah serta risiko pernikahan dini.
“Dengan kegiatan tersebut, harapan kami ada perubahan pola pikir di masyarakat, untuk terlebih dahulu mempersiapkan diri baik dari segi fisik (usia), mental, ekonomi, serta pengetahuan sebelum melangsungkan pernikahan sehingga, angka pernikahan dini di Gunungkidul dapat ditekan seminimal mungkin. Semakin siap, semakin tidak dini dalam menikah,” ungkap Riqi.
Program kegiatan yang dilaksanakan komunitas GSM terdiri dari penyuluhan remaja tentang persiapan-persiapan sebelum menikah dan resiko pernikahan dini, penyuluhan berumah tangga, serta penguatan tokoh masyarakat (dukuh) dengan layanan konsultasi. Program kegiatan lain yang dilaksanakan yakni training parenting (pendidikan anak), pengembangan keterampilan, dll.
Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut, komunitas GSM juga melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, antara lain Pelaksana Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kecamatan Tepus, Lembaga Pengembangan Potensi Remaja (Quantum Remaja) Sleman, serta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi DIY.
Komunitas GSM juga sudah mulai berjalan mandiri dengan selalu mendapat pendampingan dari tim PKMM UNY. Program ini menjadi langkah dan solusi konkret dalam memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai persiapan pernikahan, resiko menikah dini, dan wawasan seputar parenting. Selain itu, juga sudah terjalin kerja sama positif dengan berbagai instansi. Bahkan, PLKB Kecamatan Tepus memberikan apresiasi dan berencana menjadikan GSM sebagai model untuk daerah lain. (fadhli)