Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) UNY menyelenggarakan workshop tentang penanganan anak dengan disabilitas intelektual (4—15/8/2014). Bekerjasama dengan yayasan HATI, FIP UNY menghadirkan tiga pelatih dari Prancis, yakni Nina Boitel, Elodie Bottoni, dan Ondine Champavere.
Nina Boitel (nboitel@gmail.com) adalah pschymotor therapist di pusat autisme Prancis yang berpengalaman dalam pelayanan terapi psikomotor anak usia 2—12 tahun, praktek deep preassure message untuk orang tua, dan penggunaan Picture Exchange Communication System and Makaton dalam terapinya. Elodie Bottoni (elo.bottoni@hotmail.fr), juga seorang pschymotor therapist, pernah berkecimpung dalam Development of Patient Management CareProject dan workshop psikomotor untuk orang tua-anak. Ondine Champavere (ondina.champevere@gmail.com) adalah speech therapist yang berpengalaman dalam pelayanan untuk anak muda yang mengalami cerebral palsi disability, tunarungu, dan tunanetra.
Workshop yang dihadiri oleh mahasiswa dan dosen pendidikan luar biasa FIP UNY serta guru ini menjadi wadah untuk berbagi pengalaman praktik layanan anak berkebutuhan khusus Indonesia-Prancis. Kegiatan yang tampak mengundang antusiasme peserta ini difokuskan pada pelayanan untuk anak dengan disabilitas intelektual. Hadir pula Daphné Barbedette, ketua Yayasan Hati yang berbagi pengalaman tentang kegiatan Yayasan Hati dalam penanganan anak berkebutuhan khusus.
“Kegiatan ini bertujuan untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman mahasiswa, guru dan dosen tentang praktik layanan anak berkebutuhan khusus di Prancis. Untuk itu, pengalaman ini diharapkan menjadi pembelajaran peserta untuk meningkatkan keterampilan mengajar dengan berbagai pendekatan yang bervariatif sehingga mampu meningkatkan kualitas layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus,” terang Pujaningsih, M.Pd, ketua pelaksana.
Pujaningsih menjelaskan poin penting yang dipaparkan oleh para pembicara dalam beberapa topik di minggu pertama. Para pembicara menekankan pendampingan keluarga dan guru untuk menerima kondisi anak disabilitas intelektual. Keluarga dan guru perlu belajar untuk memenuhi kebutuhan komunikasi anak disabilitas intelektual sebab usaha ini dapat menurunkan masalah perilaku anak. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa penanganan untuk satu anak berbeda dengan anak lainnya sehingga tidak pernah ada satu cara yang jitu untuk mengatasi masalah mereka. Oleh karena itu, penelusuran kebutuhan anak melalui asesmen secara teliti perlu dilakukan sehingga guru dapat menentukan penanganan yang sesuai pada anak tersebut.
Sampai hari keempat, peserta mendapatkan beberapa strategi dalam pengajaran komunikasi verbal dan nonverbal. Materi yang disampaikan adalah Pembelajaran Anak Autis, Augmentative Alternative Communication, Pembelajaran Komunikasi, dan Gangguan Perilaku. Peserta juga dilatih dalam asesmen dan modifikasi pelaku, asesmen dan modifikasi psikomotor, sensori integrasi, penanganan gangguan menelan, dan praktik pengajaran sensori integrasi. Kegiatan ditutup dengan studi kasus yang melibatkan diskusi antarpeserta dipandu oleh ketiga pelatih. (febi)