Dunia seperti berakhir ketika dokter mengatakan bahwa ablasi retina pada mata kanan yang dideritanya gagal disembuhkan walaupun telah melalui operasi mata yang menelan biaya cukup besar. Apalagi ketika naik ke kelas 3 SMA di awal tahun 2007 mata kirinya mulai terasa kabur dan tidak bisa melihat secara normal yang berujung pada kebutaan total, makin terasa derita yang menimpanya. Akhirnya dia keluar dari sekolahnya yang terdahulu di SMAN 1 Wonosari pada tahun 2007 pada saat dia duduk di semester akhir kelas 3. Inilah kisah pilu seorang remaja bernama Ginanjar Rohmat. Namun siapa sangka pada hari ini Ginanjar tercatat sebagai salah satu mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi pada Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Ginanjar mengisahkan awal mula dia terkena ablasi retina (terlepasnya syaraf mata dari lapisan di bawahnya dengan adanya cairan yang tertimbun di antaranya karena ada robekan retina) akibat terkena bola pada saat dia duduk di kelas 1 SMA yang berefek kaburnya penglihatan mata kanan pada awal kelas 2. “Saat itu saya dirujuk untuk operasi di salah satu rumah sakit di Yogyakarta,” kata Ginanjar.
“Malangnya, operasi tersebut dapat dikatakan kurang berhasil karena memang sudah cukup parah. Akibatnya mata kanan saya buta.” Cobaan yang menimpa remaja kelahiran Gunung Kidul 29 September 1989 tersebut belum usai karena pada tahun 2007 mata kirinya menyusul tidak dapat melihat yang diawali dengan kaburnya penglihatan. Alhasil Ginanjar terpaksa mengundurkan diri sebagai siswa pada tahun 2007 pada saat dirinya kurang satu semester lagi untuk mendapatkan ijazah.
Putra keempat Pono Sumarjo, seorang buruh tani tersebut lalu mengurung diri di rumah selama dua tahun karena mentalnya down. Kegiatannya sehari-hari hanya di kamar sambil mendengarkan radio. Ibunya, Marsinah, juga seorang buruh tani, selalu menyemangati anak lelaki satu-satunya dalam keluarga tersebut untuk bangkit dari keterpurukan. Akhirnya Ginanjar mulai bersosialisasi lagi dengan tetangga, belajar bermain gitar, atau belajar menulis dan membaca huruf braille.
Semangatnya mulai tergugah pada saat tetangganya yang menyandang tuna ganda mengajaknya untuk mengikuti sosialisasi pendirian sekolah luar biasa baru yang ada di desanya. Remaja yang berasal dari Desa Karangasem, Kecamatan Palihan, Kabupaten Gunungkidul tersebut mengungkapkan alasannya untuk bangkit dari keterpurukan yaitu ingin melanjutkan sekolah dan mengejar target mendapatkan ijazah SMA yang hanya tinggal kurang satu langkah lagi. Tahun 2011 Ginanjar melanjutkan studinya yang sempat tertunda di SLB Krida Mulya II Paliyan.
Di sekolah ini Ginanjar menunjukkan kualitasnya dengan menjadi finalis lomba mengarang dan bercerita tunanetra tingkat nasional di Makassar. Bahkan pada Olimpiade Sains Nasional (OSN) Matematika untuk tunanetra yang diselenggarakan di Jakarta tahun 2012 dia mendapatkan juara pertama dan mendapat hadiah uang sebesar 6 juta Rupiah. Semangatnya makin membara karena tahun itu dia juga diterima dalam SNMPTN 2012 pada Jurusan Pendidikan Luar Biasa FIP UNY.
Prestasinya juga tidak mengecewakan karena pada semester pertamanya di UNY Ginanjar berhasil meraih indeks prestasi 3,48. Ketika ditanya alasannya memilih Jurusan Pendidikan Luar Biasa UNY, alumni SLB Krida Mulya II Paliyan Gunung Kidul tersebut mengatakan bahwa pendidikan luar biasa merupakan jurusan yang menarik hatinya karena sebelum itu dia belum pernah mendengar jurusan ini. “Tetapi sekarang setelah kuliah di sini saya merasa gembira karena saya ingin mengabdikan ilmu yang saya miliki demi sebuah pendidikan ideal untuk anak berkebutuhan khusus,” tutup Ginanjar. (Dedy)