Rabu (4/6/2014) lalu merupakan hari yang tidak akan terlupakan oleh sekelompok mahasiswa asing yang melakukan studi di Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas negeri Yogyakarta (UNY). Ruang Sidang Pusat Layanan Akademik (PLA) lantai tiga tampak riuh rendah oleh para mahasiswa asing yang mengenakan kostum tradisional Jawa. Puluhan mahasiswa asing yang berasal dari Yunnan University of Nationalities, Guangdong University of Foreign Studies, dan Fontys University of Applied Science mempersembahkan suguhan yang menjadi tanda berakhirnya studi mereka di FBS.
Tiga mahasiswa Fontys dan Kiki Juli Anggoro, salah satu tutor mahasiswa, membuka acara dengan pertunjukan tari Jathilan. Dengan mengenakan blangkon dan pakaian khas penari Jathilan, mereka tampak kompak dan bersemangat dalam mengikuti ketukan irama lagu yang menghentak-hentak. Tak lupa dengan properti kuda lumping yang menjadi ciri khas tarian tersebut. Para hadirin dibuat takjub dengan penampilan tarian yang dibimbing secara langsung oleh Titik Putraningsih, M.Hum., dosen Pendidikan Seni Tari.
Acara yang bertajuk Perpisahan Program Alih Kredit tersebut memberi wadah bagi para mahasiswa asing tersebut untuk unjuk gigi setelah menuntaskan programnya di Kampus Ungu. “Program alih kredit merupakan program baru karena baru tahun ini pertama kalinya diurus oleh fakultas masing-masing,” tutur Dr. Widyastuti Purbani, M.A., Wakil Dekan I FBS, dalam sambutannya. Tri Sugiarto, M.Hum. selaku koordinator pelaksana menyatakan bahwa para mahasiswa asing tersebut menunjukkan perkembangan dalam kepercayaan dirinya, terutama dalam menyampaikan opini dengan bahasa Indonesia.
Mahasiswa Yunnan dan Guangdong yang hampir satu tahun menempuh studi di FBS, terhitung sejak September 2013, fokus pada pembelajaran bahasa dan budaya Indonesia. Dalam sambutannya, dosen yang akrab disapa Dede tersebut menambahkan bahwa proses pembelajaran yang tak hanya menggaungkan teori namun juga praktik, seperti workshop batik dan angklung, membuat proses belajar menjadi lebih hidup. Tak hanya itu, setting belajar yang tidak rumit bertujuan untuk memberikan efek yang lebih mengena. Sementara mahasiswa Fontys, yang mengikuti program selama satu semester, fokus pada pengajaran bahasa Inggris untuk anak-anak (Teaching English for Young Learners).
Pembacaan dua puisi oleh tiga mahasiswa Yunnan mengawali pementasan drama berkisah tentang Ande-ande Lumut. Para penonton yang hadir dibuat terdiam tatkala puisi kedua berjudul “Aku” karya Chairil Anwar dibacakan. Mimik yang emosional dan intonasi yang tegas dan lantang membuat hati bergetar, meski bahasa Indonesia bukan bahasa ibu mereka. Ceritera Ande-ande Lumut meninggalkan kesan tersendiri karena dipentaskan oleh tiga puluh mahasiswa Yunnan.
Aksi Klenthing Kemuning yang menitikkan air mata tatkala diperlakukan semena-mena oleh saudara-saudaranya menyentuh hati para penonton. Namun, Angsa Putih datang menolongnya bak malaikat dengan sekawanannya dan bersenandung “Jangan Menyerah” untuk menyemangati Klenthing Kemuning. Berkat bantuannya dan Yuyu Kangkang yang berpenampilan bak monster, Klenthing Kemuning dapat menyusul saudara-saudaranya untuk mengikuti sayembara Ande-ande Lumut yang mencari permaisuri. Lakon kocak dengan bunyi ceguk yang diperankan Pengawal Kerajaan mampu mengocok perut para penonton.
Kerja keras mereka dalam berlatih yang dibimbing oleh Dr. Suroso, dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, terbayar dengan rasa puas. Pentas yang memakan waktu persiapan selama dua minggu tersebut makin lengkap dengan sentuhan artistik dari komunitas teater FBS, Sangkala. Alunan musik pengiring dari Pecel Pincuk menambah suasana pentas yang lebih hidup dan kental terasa unsur Indonesianya.
Mahasiswa Guangdong seakan tak ingin ketinggalan menyajikan pementasan akhir studi mereka. Jika ketiga puluh mahasiswa Yunnan menampilkan pementasan drama dan nyanyian, sebanyak 19 mahasiswa Guangdong mampu menyihir penonton tatkala mereka bermain angklung. Irama lagu Bengawan Solo ciptaan Gesang menggema di dalam ruangan. Selama satu semester, mereka dibimbing untuk dapat bermain alat musik asli Jawa Barat tersebut. Lagu berbahasa Mandarin dengan kompak mereka nyanyikan yang diikuti dengan serentak oleh mahasiswa Yunnan.
Pertunjukan terakhir dibawakan oleh kelima mahasiswa Fontys yang dengan merdu menyanyikan lagu Ibu Pertiwi ciptaan Ismail Marzuki. Petikan gitar sederhana namun mengena karena lantunan yang penuh semangat. Dua buah gelas yang diketuk-ketukkan mengiringi petikan gitar pada lagu terakhir yang mereka bawakan, Cups (You’re Gonna Miss Me), yang dipopulerkan oleh Lulu and the Lampshades. Tak berhenti sampai di situ, mereka juga menyuguhkan video perjalanan mereka sejak keberangkatan, pelaksanaan program, dan pengalaman selama tinggal di Yogyakarta.
Acara ditutup dengan penyampaian kesan oleh perwakilan dari masing-masing universitas sekaligus pemberian sertifikat secara simbolis. Dede berpesan kepada mereka untuk tidak melupakan Indonesia dan Yogyakarta ketika sudah kembali ke negara masing-masing. Untuk program alih kredit mendatang, sudah terdapat 20 nama dari Guangdong, 25 nama dari Yunnan, dan 10 orang dari Fontys.
Program ini merupakan langkah yang sangat baik bagi UNY, khususnya FBS, untuk semakin melebarkan sayapnya dalam perluasan jaringan mancanegara. Pelayanan maksimal dan profesional yang menjadi kunci pokok keberhasilan program harus dipegang teguh. Dengan ini, harapan untuk semakin menggaungkan nama UNY dalam kancah internasional semakin menuju ke arah yang lebih cerah. (Zidnie)