Cacing Sutra (Tubifex sp) sangat dibutuhkan sebagai pakan alami dalam kegiatan unit perbenihan, terutama pada fase awal (larva) karena memiliki kandungan nutrisi (protein 57% dan lemak 13%) yang baik untuk pertumbuhan ikan. Ukurannya juga sesuai dengan bukaan mulut larva, di samping itu harganya lebih murah dibanding artemia.
Sementara ketersediaannya masih mengandalkan pencarian tangkapan alam yaitu dari parit saluran air yang banyak mengandung bahan organik sisa limbah pasar atau limbah rumah tangga yang mengalir di saluran pembuangan. Permasalahannya cacing sutra di alam tidak selalu tersedia sepanjang tahun, terutama pada saat musim penghujan, di mana pada saat itu kegiatan pembenihan lele/patin/gurame/ikan lainnya banyak dilakukan.
Dari hal tersebut, mahasiswa FMIPA UNY yaitu Jarot Dwi Handoko, Rista Wahyu Mahanani, Mirra Fatharani, dan Imam Try Wibowo dengan dosen pembimbing Sudarsono, M.Si. melakukan penelitian dengan judul “Perbandingan Media Kultur terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Cacing Sutera (Tubifex sp)”.
Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini, jelas Jarot, adalah perbedaan media, yaitu: lumpur, kotoran ayam, kotoran kambing, dan tanpa limbah (kontrol). Awalnya wadah diisi dengan lumpur, kotoran ayam, kotoran kambing dengan ketebalan 0,5 cm kemudian diisi air sebanyak 5 liter dan selanjutnya diaerasi kecil. Setelah beberapa hari barulah larva Tubifex sp yang berumur 1 hari dimasukan ke dalam wadah uji.
“Pengamatan panjang mutlak larva Tubifex sp untuk mengetahui pertumbuhan setiap individunya dan populasi dilakukan setiap minggu selama 35 hari sebelum larva menjadi pupa dengan mengambil sampel di lima titik, masing-masing seluas pada tiap sisi akuarium (bagian setiap sudut dan tengah),” jelas Jarot. Sifat fisik dan kimia air diamati di awal, tengah, dan akhir pemeliharaan. Untuk suhu dan pH pengukuran dilakukan setiap hari.
Pemeliharaan cacing sutra dalam media kultur, ungkapnya, sangat sederhana dan mudah dilakukan. Sumber makanan cacing sutra sudah tersedia dalam media yang telah disediakan di antaranya kotoran ayam, kotoran kambing, dan juga lumpur biasa. Pemeliharaan cacing pada masing-masing perlakuan sama, monitoring dilakukan setiap hari dengan mengecek aliran air dalam media selalu dalam kondisi air mengalir.
Data yang diperoleh sebagai hasil pengamatan selama 30 hari pemeliharaan terhadap pertambahan panjang cacing sutra dengan berbagai perlakuan yaitu kotoran ayam 125 gram, 250 gram, dan 500 gram, kotoran kambing 125 gram, 250 gram, 500 gram, serta lumpur (kontrol), di peroleh rata-rata sebagai berikut: 19,5 mm, 22 mm, 24 mm, 20 mm, 20 mm, 22 mm, pada kontrol tidak di temukan cacing yang hidup. Laju pertumbuhan cacing sutra sangat dipengaruhi oleh jumlah nutrisi yang ada dalam perairan dan lingkungan hidupnya.
Rata-rata pertambahan panjang cacing sutra paling tinggi dicapai pada perlakuan pupuk kotoran ayam dengan dosis 500 gram dan pertambahan panjang berikutnya dicapai pada perlakuan kotoran ayam 250 gram dan kotoran kambing 500 gram. Dari hasil pertambahan panjang, pemberian dosis pupuk yang berbeda berpengaruh terhadap pertumbuhan cacing.
Hasil pengamatan selama 30 hari pemeliharaan terhadap pertambahan bobot cacing sutra dengan berbagai perlakuan yaitu kotoran ayam 125 gram, 250 gram, dan 500 gram, kotoran kambing 125 gram, 250 gram, 500 gram, serta lumpur (kontrol), diperoleh rata-rata sebagai berikut: 24 gram, 28 gram, 22 gram, 21 gram, 23 gram, 26 gram, pada kontrol tidak ada cacing yang hidup.
Laju pertumbuhan cacing sutra sangat dipengaruhi oleh jumlah pupuk yang ada dalam perairan dan lingkungan hidupnya. Laju pertambahan bobot maksimal cacing sutra untuk semua perlakuan, bobot paling tinggi dicapai pada perlakuan kultur dengan media kotoran ayam dengan dosis 250 gram yaitu dicapai dengan bobot 28 gram. Sementara hasil terendah ditunjukan oleh media kotoran kambing dengan dosis 125 gram. Untuk media lumpur (kontrol) tidak ditemukan adanya cacing hidup karena aliran air dalam media tersebut tersendat sehingga cacing tidak ada yang bertahan hidup.
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap pemeliharaan cacing sutra dapat diambil kesimpulan bahwa perbedaan dosis tidak terlalu signifikan dalam setiap dosisnya sehingga semua dosis bisa digunakan dalam budidaya cacing sutra, baik kotoran ayam atau kotoran kambing bisa digunakan untuk budidaya cacing sutra karena kotoran ayam dan kambing kaya akan sumber makanan organik bagi cacing sutra.
Media yang paling baik untuk budidaya cacing sutra didapat dari kotoran ayam karena kandungan dalam kotoran ayam lebih tinggi sebagai pakan alami cacing sutra. (Imam Try Wibowo)